Monday, March 28, 2022

Lumpia Semarang: Makanan Tradisional yang Selalu Bikin Kangen

Tidak pernah bosan menulis tentang Lumpia Semarang, makanan kesukaan saya. Dudu sih tidak doyan haha. Entah kenapa, makanan yang satu ini selalu jadi nomor satu di hati. Nomor duanya Pempek. Tapi itu beda cerita ya.

Saya lumayan particular alias picky kalau bicara Lumpia dan sampai saat ini hanya satu yang benar-benar selalu saya cari kalau pulang ke Semarang. Lumpia Gang Lombok. Bukan cuma rasa, tapi sejarahnya juga. Kios Lumpia yang terletak di Chinatown semarang ini sudah jadi langganan sejak saya kecil. Dari harga belum 10 ribu sampai naik 15 ribu dan sekarang katanya harga 1 lumpia sudah 20 ribu. Saya belum ke sana lagi sejak pandemi, tapi konon kiosnya sudah direnovasi. Harganya lumayan memang. Tapi Lumpia ini tetap sudah ada budgetnya sendiri.

Mencoba gambar Lumpia sendiri

Ketika Googling soal harga Lumpia Semarang, saya menemukan artikel protesnya netijen soal harga makanan tradisional yang satu ini. Emangnya kenapa Lumpia Semarang mahal? Saya juga yakin jawabannya kenapa, tapi yang saya paham, Lumpia Semarang ini isinya rebung, telur dan udang. At least Lumpia Gang Lombok begitu. Kulitnya tipis dan kalau digoreng crispy bisa langsung digigit putus. Dan fillingnya ini banyak, soalnya Lumpia kesukaan saya itu gendut. Rebungnya super tasty, entah gimana masaknya. Saya merasa sih ini dimasak bersama udang cincang atau ebi hingga layu dan rasanya meresap. Lalu baru dicampur telur orak-arik dan digulung ke dalam kulitnya. Kalau Lumpia goreng ya langsung digoreng, kalau lumpia basah ya dimakan langsung.

Lumpia Gang Lombok

Lumpia Gang Lombok bukan tempat satu-satunya beli Lumpia, tapi pilihan pertama saya. Kalau habis, alias kesiangan, saya biasanya cari Lumpia Mataram depan Sanitas. Selain kedua Lumpia itu, yang lain belum ada yang nyangkut sama lidah saya. Entah kenapa beda. Ya kulitnya lebih tebal, ya rebungnya yang terlalu tipis atau terlalu pendek memotongnya. Tidak ada udang, tidak ada ebi atau bahkan telur orak-ariknya yang tidak terasa.

Makannya harus sama nasi hangat. Saya tidak menggunakan saus kental maupun bawang yang disajikan bersama Lumpianya. Buat saya Lumpia ini lauk haha.

Dulu, setiap tahun saya mudik ke Semarang, kampung halaman Papa, setiap kali itu juga saya mampir ke Lumpia Gang Lombok. Kadang kebagian, kadang kesiangan dan harus kembali ke esok harinya. Ketika Dudu lahir, saya mulai membawa Dudu ke sana. Soalnya di dekat Lumpia Gang Lombok ini ada kapal, Klenteng dan lapangan parkir yang lumayan besar untuk Dudu main-main.

 


Meskipun tidak bisa mewariskan rasa, karena Dudu kalau disuruh pilih maunya Pempek daripada Lumpia, setidaknya saya bisa mewariskan cerita. Soal kios Lumpia kesayangan, yang sebenarnya kalau disuruh nyetir sendiri ke sana tanpa Google Maps pasti nyasar juga.

Saturday, March 19, 2022

Makan Steak di Indoguna Meat Shop & Gourmet Cikajang

Terletak agak ngumpet di lantai 2 toko daging, restoran ini konsepnya sedikit unik. Kalau biasanya di restoran steak lain kita membayar harga fix di menu, ini kita membayar harga daging yang kita beli plus ongkos masaknya. Ternyata harga akhir masaknya tidak seberapa berbeda dengan kalau kita makan steak di restoran lainnya.

Akhir-akhir ini lagi seneng banget makan steak. Dudu emang fans berat daging, dan tidak pernah menolak kalau diajak cobain steak. Jadi, di suatu random weekend, kita pergi makan steak di Indoguna. Sebenarnya tempat ini bukan restoran baru, tapi biasanya dikenal sebagai toko daging dan distributor daging ternama. At least, saya ke sana kalau beli daging atau keju, bukan untuk makan di restorannya. Soalnya parkirnya lumayan susah hehehe. Lokasinya di deretan ruko Jl. Cipaku di seberang pasar Santa. Kalau datang dari arah jl. Cikajang, maka akan terlihat tulisan Indoguna Meat Shop & Gourmet.

Kami datang di hari Sabtu siang, tapi masih sebelum jam 12 jadi dapat parkir di depan ruko dan restorannya juga belum terlalu ramai. Kalau berencana late lunch, sebaiknya sih booking tempat dulu.


Karena baru pertama kali ke sana, jadi agak clueless. Dapat menu book, tapi ternyata untuk dagingnya kita harus ke station daging sendiri dan memilih mau yang mana. Karena harga daging sesuai dengan berat gram-nya. Untungnya, mbak pelayan yang in charge sama meja kita orangnya baik dan super helpful. Jadi dia bawa dagingnya ke meja buat kita pilih. Tidak ada lagi pertanyaan soal ukuran daging seperti “200gr itu sebesar apa ya?” Hehe.

Selesai memilih daging, kita memilih tingkat kematangan, saus dan side dish-nya. Ini juga lumayan sulit karena pilihannya banyak. Untuk saus sih yang paling disarankan untuk daging ada Mushroom Sauce, Blackpepper Sauce atau Barbeque Sauce. Saya dan Dudu memesan Mushroom Sauce, meskipun saya sempat tergoda apa rasanya steak pakai Lemon Butter Sauce atau Gravy. Pilihan side dish ada Baked Potato, Mashed Potato, Potato Wedges, French Fries dan Nasi. Pilihan sayuran ada Mix Vegetable, Fresh Salad, Sauteed Mushroom dan Sauteed Spinach.



Jadi biaya yang dikeluarkan adalah harga daging + biaya side dish (48k). Contoh, pesanan saya adalah 200gr US Striploin Prime Steak (152k) plus mashed potato (48k). Sementara pesanan Dudu adalah 190gr Angus Striploin (154k) plus mashed potato (48k). Harga dagingnya mengikuti gram yang ada, jadi ketika memilih daging di awal, kita memilih ukurannya juga.

Saya dan Dudu sepakat kalau rasanya enak, dagingnya empuk dan sesuai harapan. Mashed potato-nya juga enak, tapi porsinya terlalu besar buat saya haha. Mungkin next time bisa coba potato wedges atau baked potato biar aman. Yang sedikit kurang adalah Sauteed Spinach yang saya pesan sebagai vegetable side dish. Kalau dibandingkan dengan beberapa restaurant lain, Sauteed Spinach di sini rasanya lebih subtle. Lebih tidak tajam. Di satu sisi ini bagus karena kalau dimakan sama steak jadi tidak overpowering. Tapi karena saya lebih suka yang tajam rasanya supaya bisa dimakan sendiri, jadi sepertinya next time akan pesan Sauteed Mushroom aja.


Yang menyenangkan dari restoran ini, selain kualitas dagingnya yang terjamin adalah rotinya yang enak. Ada appetizer garlic bread yang crunchy dan bikin nagih. Bisa dibeli di bakery-nya tapi harus request dulu. Dan karena kebetulan kita kebagian tempat duduk dekat bakery, harum garlic bread crispy ini lewat terus haha. Tapi yang kita bawa pulang adalah cheese sticknya (22,5k). Lalu suasananya enak banget, restaurant-nya nyaman dan pas buat makan bersama keluarga.

So, we’ll be back for sure.


Our date is at:

Indoguna Meatshop & Gourmet
Jl. Cipaku I No.11, RT.2/RW.4, Petogogan, Kec, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12170

Sunday, February 6, 2022

Hidden Gem Jakarta Selatan: Couz Steak House

Bukan sekedar ‘Hidden Gem,’ Couz Steak House ini tempatnya beneran tersembunyi.

Terletak di dalam gang Ampera III, sedikit belok dari Jl. Ampera Raya pas di depan Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, lokasinya tidak begitu kelihatan dari jalan raya. Terutama kalau kita datang dari arah T.B. Simatupang menuju Kemang Timur. Beberapa kali ke Couz Steak House, saya selalu terlewat belok dan harus memutar di gang berikutnya.

Lalu, apa yang membuat saya dan Dudu bolak-balik datang ke tempat Couz Steak House?


Yang pertama sudah pasti rasa. Beberapa kali ke sini, kita sudah mencoba beberapa macam meat dan dessert menu.

Ketika hendak mencoba Prime Rib (285k), Dudu ragu-ragu. Daging paling mahal di menu, terus rasanya gimana? Tapi ya namanya mencoba haha. Jadilah kemarin kita pesan Prime Rib dan datang lengkap bersama side dish yang salah satunya adalah Yorkshire Pudding. Sesuatu yang baru buat si Dudu. Buat yang bertanya-tanya, Yorkshire Pudding ini bukan pudding beneran tapi lebih mirip roti yang dibuat dari telur, tepung dan susu.

Jadi gimana? Enak kata Dudu. And worth the price.

Scotch Steak (190k) adalah menu yang paling sering kita pesan. Di awal kita juga pesan ini karena diantara teman-teman yang merekomendasikan Couz Steak House, main course ini paling populer. Basically, Scotch Steak adalah 250gr grilled rib-eye. Tapi, akhir-akhir ini saya jatuh cinta sama Controfilleto (195k) yang adalah 250gr grilled Sirloin. Meskipun saya sama Dudu biasanya tim “well-done”, di Couz Steak House kita pesan Medium Well. Soalnya kalau well-done, dagingnya jadi lebih kering dan keras.


Controfilleto (left) and Prime Rib (right)

Sunday, January 9, 2022

This is Why We Love Yakinikuya All You Can Eat

All You Can Eat (alias AYCE) sering jadi tempat pilihan ngedate saya dan Dudu karena si anak ini makannya banyak. Jadi kalau dia sedang kelaparan, apalagi kalau mau makan daging, mendingan saya bawa ke restoran yang bisa makan dan nambah sepuasnya agar saya tidak bangkrut.


Our favorite AYCE meat place? Yakinikuya.

Why? Ini alasannya:

Varian dagingnya banyak banget. Pilihan menu AYCE yang disajikan bisa custom sesuai kita mau makan daging apa (dan kantongnya lagi kuat sampai mana haha). Kalau nggak mau makan banyak pun, ada pilihan ala carte. Tapi tetep aja jauh lebih menguntungkan ambil paket AYCE-nya.

Ada beberapa pilihan menu yang harganya berbeda-beda karena dipengaruhi jenis daging dan side dish yang bisa kita pesan:
  • Ultima (398k++ for lunch - 428k++ for dinner)
  • Premium (298k++ for lunch - 318k++ for dinner)
  • Special (258k++ for lunch - 278k++ for dinner)
  • Deluxe (178k++ for lunch - 198k++ for dinner)
  • Econo (128k++)
Kita berdua biasanya pesan Premium, karena termasuk Wagyu Karubi, Wagyu Saikoro, Loin Steak, Sop Kimchi dan Japchae yang enak banget itu. Si Dudu kalau pesan Wagyu Saikoro bisa minimum 3 piring (on top of semangkok nasi). Plus, bisa pesan eskrim atau pudding juga sebagai penutup. Jadi ya sudahlah kita stick to Premium Yakiniku.

Saikoro & loin steak, plus 

Wednesday, May 19, 2021

C for Cupcakes & Coffee

Setelah sekian lama, akhirnya kami berdua nge-date di luar rumah juga. Menghabiskan sore hari di C For Cupcakes and Coffee di Muara Karang, struggling to finish super cute (and super sweet) drinks. “Telalu lucu sampai tidak tega makannya.”


Sejak pandemi, Dudu jarang mau ke luar rumah. Saya juga tidak berani terlalu sering jalan-jalan. Takut pergi ke tempat jauh, takut keramaian dan akibatnya jadi sulit mau #datewithdudu. Dudu yang sudah ABG juga lebih memilih main game sambil ngobrol lewat discord sama teman-temannya dibandingkan nge-date sama Mama-nya. Duh, sedih. Tapi memang kami berdua ini beda banget. Dudu anak rumahan sementara saya tukang jalan-jalan.

Untungnya pas liburan panjang Idul FItri kemarin, kami berdua menemukan kesepakatan untuk pergi ngopi-ngopi. Karena perginya juga bersama anggota keluarga lainnya, kami mendarat di C for Cupcakes and Coffee yang berlokasi di Muara Karang. Karena sepi, jadi berani masuk dan menghabiskan sore bersama.




Café ini terletak di ruko, ada di sebelah kiri jalan kalau dari Muara Karang mau ke arah Pluit. Kalau sedang ramai, parkirnya sulit dan harus di pinggir jalan. Namun karena pandemic dan liburan Idul Fitri, kami bisa parkir di depan ruko sebelahnya yang tutup. Kesan pertama, café-nya lucu. Di pintu sudah disambut tanaman-tanaman hijau dan spot instagramable. Ketika masuk ada kesan sempit, namun ternyata dalamnya cukup luas. Bahkan ada ayunan di samping kiri yang lagi-lagi jadi instagramable spot untuk foto-foto.

Sistemnya bayar langsung di kasir dan pesanan akan diantarkan ke meja. Karena daerah tempat kasir lumayan terbatas, saya dan Dudu jadi sempat foto-foto dulu sambil mengantri haha.

Sudah lama nggak foto berdua, pas ada tempat instagramable

Wednesday, June 12, 2019

Kapan Waktu yang Tepat untuk Menginap di Hotel Airport?

Selama 12 tahun jalan-jalan sama Dudu, saya baru 2 kali menginap di airport hotel. Keduanya di Changi Airport. Eh, Changi kan bagus, banyak tempat istirahat dan kegiatan yang bisa dilakukan. Buat apa menginap?

Jam berangkat yang kurang manusiawi. Jam mendarat yang terlalu malam, jadi MRT sudah tutup. Waktu transit yang kurang dari 12 jam. Tiga hal itu yang biasanya menjadi alasan saya untuk menginap di hotel airport. Selain tentunya karena saya bawa balita.

Tapi emang worth it?
 

Saturday, June 8, 2019

Dimsum Hunt: Yum Cha Hauz Mangga Besar

We love brunch! Dulu, di kampung halaman Dudu, yang namanya bangun siang di akhir pekan dan lari ke iHop terdekat sudah jadi tradisi. Waktu tinggal di selatan Jakarta, kita suka kabur ke Ikea cuma buat sarapan. Sekarang di Kelapa Gading, yang namanya makan pagi hanya antara dimsum dan bakmi.

Dimsum sounds good.
Tapi di mana? 


Libur Lebaran yang berkepanjangan membuat saya dan Dudu pergi nge-date ke tempat-tempat yang tidak biasa buat kita berdua. Salah satunya adalah Mangga Besar, lokasi strategis buat cari Chinese Food termasuk dimsum. Setelah browsing, saya menemukan Yum Cha Hauz. Good pictures, decent price, dan bisa pakai Zomato Gold! Yes, saya baru daftar pas Lebaran dan ingin mencoba menggunakannya.

Let’s go!