Friday, December 16, 2022

Goguma Latte, Minuman Ubi Ungu yang Bikin Kangen Korea

Goguma Latte alias Sweet Potato Latte adalah minuman populer di Korea Selatan yang terbuat dari ubi ungu. Ubi sering ditemukan di makanan Korea, mulai dari ubi rebus (Gun Goguma) sampai snack ubi manis (Mattang). Dan sekarang Goguma juga dijadikan minuman. Meskipun yang populer adalah ubi ungu, tapi Goguma Latte juga bisa menggunakan ubi manis biasa.

Cerita pertemuan saya dengan Goguma Latte ini dimulai dengan gerd yang kambuh di malam sebelum saya berangkat liburan#DateWithDudu ke Korea. Mau cuti malah stress dan ujung-ujungnya masuk IGD. Berbekal sepaket obat dan peringatan tajam ibu dokter ketika tahu dosis kopi yang saya minum setiap harinya, saya berangkat ke negara idaman. Saat mendarat, kami langsung naik bus ke Sokcho. Masalah muncul ketika busnya berhenti untuk toilet stop dan saya jadi ingin ngopi.

Mengingat peringatan ibu dokter di ruangan IGD kemarin, agar saya mengurangi kopi, saya mencari alternative minuman. Lalu mencoba Goguma Latte. Eh, loh kok enak.

Goguma Latte di Seoul

Ingredients-nya hanya ubi rebus, susu dan gula sedikit.

Ada juga yang menambahkan kayu manis atau menggunakan madu instead of gula. Ada yang menukar susu dengan almond atau soy milk. Ada lagi yang menambahkan maple atau date syrup untuk rasa manisnya. Yang penting ada 3 ingredients itu: ubi, susu dan pemanis.

Cara membuatnya juga mudah. Setelah browsing-browsing resep, intinya Ubi dipanggang, lalu diambil dagingnya. Lalu blender dengan susu sampai halus. Panaskan di panci, masukkan gula dan aduk pelan sambil menunggu adonan hangat. Setelah itu sajikan. Kayu manis bubuk atau topping hiasan (misalnya kacang) bisa ditambahkan saat penyajian.


Apa yang bikin enak?

Pertama ya karena saya suka ubi. Ubi rebus, ubi gorengan, bola ubi, Mattang, sweet potato fries, dan semua masakan yang bahannya ubi. Jadi Goguma Latte ini sulit ditolaknya. Mungkin yang kedua karena pertama kali mencobanya di musim dingin. Jadi kesan pertama minuman ini adalah warm. Hangat, dan homey, serasa duduk depan perapian. Teksturnya lembut, dan rasanya manis tapi manisnya ubi. Comfort food. Dudu suka? Nggak juga hahaha.

Sementara saya sibuk mencari sweet potato latte ini di setiap sudut Seoul, Dudu tetap dengan vanilla milkshake kesukaannya.

Jadi, I owe this sweet potato latte my holiday in Korea. Ketika saya tidak bisa minum kopi terlalu sering, padahal mau mencoba coffee shop yang bertebaran di seluruh negeri. Untungnya juga, kami liburan di musim dingin. Soalnya Goguma Latte ini adalah minuman populer di musim gugur dan musim dingin. Bisa diminum dingin? Kalau dari poster dan menu yang ada di cafe, ada versi iced-nya juga. Tapi ya, sepertinya lebih bikin bahagia kalau diminum hangat-hangat.

Monday, August 22, 2022

Traveling Bareng Anak Itu Banyak Manfaatnya

Katanya, traveling sama anak kecil itu percuma. Soalnya si anak tidak akan ingat. Memang bener begitu? Ya, waktu saya tanya si Dudu, yang sejak usia 5 bulan sudah wara wiri keliling dunia sama saya sih, jawabannya hanya ingat waktu ulang tahun ke-4 yang dia tiup lilin di taman. Selebihnya tidak tahu.

Tuh kan percuma.

Eh tidak juga loh. Meskipun anak tidak ingat pernah pergi jalan-jalan, ada banyak manfaat yang bisa didapat dari traveling sama anak.

Tiup lilinnya udah, ini lagi potong kue

Yang pertama tentu saja BONDING.

Kapan lagi pergi berdua, jalan berdua dan menghabiskan waktu bersama-sama tanpa disela kegiatan lain? Saya kalau traveling memang hanya berdua Dudu dengan gaya backpacking. Mulai dari road trip ketika dia kecil, di mana dia duduk di carseat, hingga saat dia lebih besar sedikit kita keliling naik kendaraan umum atau ikutan open trip. Perjalanan jadi seru karena ada temannya, dan kalau anak tidak ingat kan tinggal ditunjukkan foto-fotonya ketika dia sudah lebih besar.

Dudu selalu appreciate kalau melihat banyak foto saya dan dia traveling berdua. Tidak perlu mengingat perjalanannya untuk berbagi memori bersama. Begitu anak sudah lebih besar, saya bisa cerita banyak soal trip kita. Atau ya dia bisa baca sendiri juga di blog ini. Hahaha.

Tuesday, May 3, 2022

Cerita Pertama Kali Naik MRT Jakarta dan Nostalgia di Sarinah

Duo anak Jaksel coret ini akhirnya pergi nyobain MRT Jakarta. Cerita #Datewithdudu pergi ke tengah kota. Selama ini MRT cuma sekedar kereta lewat, pemandangan ketika menunggu lampu merah di perempatan RS Fatmawati. Sekarang kita berdua jadi penumpangnya. Gimana rasanya naik MRT Jakarta? 


Kita berdua naik dari Bundaran HI ke Lebak Bulus Grab. Harganya 14rb sekali jalan. Buat masuk keluar stasiun bisa pakai e-money dan sejenisnya. Bisa pakai apps juga tapi menyadari beberapa stasiun ada di underground yang sulit sinyal, sepertinya pakai kartu lebih aman. Jangan lupa scan Peduli Lindungi saat masuk stasiun, pakai masker dan menghindari berbicara di dalam kereta untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Keretanya ada setiap 10 menit di hari libur dan setiap 5 menit di hari kerja.


Akhirnya naik MRT berdua (kalo Panda dihitung jadi bertiga)

Keretanya nyaman dan bersih. Jadi senang naiknya. Bisa lihat Jakarta dari sudut pandang berbeda. Oh iya, MRT ini underground sampai Senayan lalu baru bisa liat pemandangan menjelang stasiun ASEAN. Yang jadi masalah kalau naik MRT adalah hujan. Karena kebanyakan dari pintu masuk dan keluar MRT belum tersambung dengan mall atau gedung, jadi bawa payung untuk jaga-jaga kalau disambut hujan deras di pintu keluar.

Sarinah terletak sekitar 10 menit jalan kaki dari exit Bundaran HI. Petunjuk exit di dalam MRT sebenarnya cukup jelas. Namun ada beberapa exit yang belum selesai seperti exit F di Lebak Bulus Grab yang seharusnya adalah Sky Bridge ke Poins Square. Atau exit C di Lebak Bulus Grab yang ternyata hanya bisa buat enter karena terdiri dari sebuah eskalator naik. Nggak sabar sampai semuanya selesai dan siapa tahu bisa sekeren stasiun ASEAN.



Perjalanan Lebak Bulus Grab - Bundaran HI sekitar 30 menit. Sejujurnya tidak terlalu berbeda dengan naik mobil pribadi kalau lancar. Kalau macet ya beda jauh hahahaha.

Jadi, gimana naik MRT, Du?
"Pertama kali seperti di Singapore, tapi setiap kali mendengar announcement di kereta, that illusion is shattered."


Nostalgia di Sarinah

Mampir ke Sarinah hari ini, agak sulit membayangkan Sarinah yang dulu sering saya kunjungi. Suasananya sudah berbeda dengan sinar matahari yang banyak masuk ke dalam gedung, eskalator yang sudah baru dan tenant yang sudah sangat berbeda. Karena mengusung konsep Indonesia, food and beverage di sana juga milik lokal. Mulai dari Bukanegara Coffee Shop hingga Mangkokku, Dewata, Honest Spoon, dan Gade (Coffee Shop milik Pegadaian).




"Du, inget pernah ke sini nggak?"
"Tidak ingat sih."
Tapi Dudu ingat pernah ke Starbucks Skyline di seberang dan nongkrong di sana. Pernah mampir ke Sarinah untuk ikutan Siaran bersama si Kecil dari Cosmopolitan FM, 8 tahun lalu. Atau sekedar meneruskan tradisi belajar cerita wayang dari koleksi wayang golek di department store-nya ke Dudu.

Ada apa di Sarinah baru?
Selain tenant makanan dan bagian luar gedung yang cocok buat foto-foto, ada beberapa historical part of the building yang bisa jadi tempat berhenti sejenak. Ada eskalator pertama di Indonesia, yang dipajang di antara eskalator baru di lantai 2 dan 3. Selain itu ada relief yang dulu tersembunyi dan sejarah Gedung Sarinah dari tahun ke tahun.




Meskipun Sarinah sudah punya gedung parkir, saya memilih parkir di Menara Cakrawala. Soalnya, ketika saya dan Dudu sampai di sana jam 11.30, parkirannya sudah penuh. Sementara Mall-nya baru buka jam 12 karena hari pertama Lebaran.

Berharapnya, waktu MRT phase 2 selesai, ada stasiun yang nyambung sama Sarinah, tenant-nya sudah buka semua. Jadi kita berdua bisa jalan-jalan lagi.



Monday, April 18, 2022

Satu Jam Menyepi, Siang Hari di Toko Kopi Maru

“Coffee atau Non-Coffee?”
Tadinya mau pesan Americano atau black coffee standard, tapi saya keburu ke-distract sama tulisan Brazil di toples pilihan jenis kopi. Lalu ada beberapa alat manual brew juga di sana. Jadi pilihan saya jatuh pada kopi Brazil dengan V6. Panas. Soalnya mau mencoba rasa kopinya.


 

Perjalanan ke Kopi Maru ini sedikit impulsive, soalnya saat itu saya sedang duduk manis makan roti bakar di coffee shop lain di daerah Juanda. Sambil menunggu teman janjian makan siang selesai Misa Paskah. Niatnya journaling, tapi kok moodnya berantakan. Lalu saya ingat, ada satu teman yang pernah mengajak saya ke Kopi Maru. Masalahnya kalau dilihat di google, tempat kopi ini tutupnya pas maghrib. Plus tidak ada parkir mobilnya. Teman saya kalau ke sana pakai sepeda. Lah saya bagaimana?

Jadi, sambil bengong-bengong dilemma di cafe pertama, saya memutuskan untuk mencoba jalan kaki ke Kopi Maru. Toh, mobil sudah terlanjur parkir di depan ruko sekitaran situ dan bulan puasa siang-siang seharusnya daerah Pintu Air lumayan sepi. Kalau dari arah Stasiun Juanda, belok di setelah deretan ruko Raffles Square, masuk ke arah Passer Baroe. Dari situ saya berjalan kaki mengikuti maps, lalu melewati Restoran Hakka dan belok ke kiri. Tapi bukan ke gang. Pertamanya nyasar masuk ke gang, karena saya pikir Toko Kopi Maru ini ada di gang kecil di Jl. Pintu Air II, ternyata bukan.

Tetap jalan sampai bertemu tempat Bimbel dan plang penjahit baju. Meskipun bagian depannya tampak seperti ruko, bagian dalamnya adalah rumah penduduk. Nah, di rumah paling ujung itulah ada Toko Kopi Maru.


Istilah kekiniannya, “hidden gem”. Meskipun sebenarnya muat masuk mobil ke sana, tapi saya akan lebih memilih parkir mobil di sekitar situ lalu berjalan kaki ke dalam. Ada dua bagian, di luar rumah dan di dalam rumah. Di dalam rumah hanya ada 2 meja yang bisa untuk 6 orang. Di luar jauh lebih luas tapi panas kalau siang hari. Kebanyakan orang duduk di luar karena smoking area juga. Saya sih duduk manis di dalam dan mencoba lagi peruntungan journaling.

Kopinya enak, yang saya pesan harganya 35k. Toko Kopi Maru juga menjual biji kopi seharga 100k-120k per bungkusnya. Maybe next time ke sana, kalau pas stock kopi di rumah habis, mau mencoba beli.

Sayangnya, saya nggak bisa stay lama karena teman janjian sudah selesai Misa dan mengirimkan pesan sedang on the way menuju tempat makan. Oh well, sekarang sudah tahu tempatnya, sudah tahu jam sepinya, jadi bisa mampir kalau ingin mencari kesunyian di siang hari. Next time harus inget untuk pesan singkong gorengnya juga.

Toko Kopi Maru
33, Jl. Pintu Air Raya No.33, RT.13/RW.8, Ps. Baru, Kecamatan Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10710

Sunday, April 10, 2022

Random Stop to Smell the Coffee

Cafe hopping. Hal yang dulu saya lakukan sama Dudu, sekarang lebih banyak dilakukan sendirian, plus lebih untuk tujuan kerja dibandingan hangout atau ngeblog. Menemukan coffee shop ketika meng-klik tombol 'nearby' di Google Maps, ini list tempat ngopi saya beberapa bulan terakhir:



Tanatap Meruya
Jl. Jalur 20 No.Blok 30/19, RT.8/RW.10, Meruya Utara, Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11620
Order: Ice Black Coffee (33k), Croissant (lupa harganya)

Setelah beberapa kali merencanakan ke Tanatap Ampera, saya malah mampir ke Tanatap Meruya, ketika melihat ada juga cabangnya di daerah sana. Tempatnya lumayan masuk ke dalam komplek perumahan dan kalau bukan anak Jakbar kayaknya akan sedikit bingung sampai ke sini. Parkirannya kecil, sekitar 5-6 mobil, dan bersusun. Jadi kalau pas kebagian parkir di belakang mobil lain, siap-siap dipanggil tukang pakirnya. Tapi tempatnya unik. Tipikal café dan kedai kopi kekinian. Banyak yang datang untuk foto-foto. Coffee dan croissant-nya standar. Mungkin karena hari Sabtu, tapi pas mampir ke sini suasananya sedang lumayan rame. Tetep pengen mencoba mampir ke yang Ampera.




Clean Slate Petite
Ruko South Solvang Square, Jl. Mission Drive Jl. Boulevard Raya Gading Serpong No.11, Klp. Dua, Kec. Klp. Dua, Kabupaten Tangerang, Banten 15810
Order: Black Coffee (30k), Bitterballen (35k), Strawberry Waffle (45k)

Lokasinya bukan tempat yang popular, karena ada di deretan ruko lumayan sepi di antara Gading Serpong dan Karawaci. Ruko Solvang, Namanya mengingatkan saya akan kota kecil di deket Los Angeles yang pernah saya datangi saat road trip Bersama Dudu. Clean Slate ini ternyata ada 2 lokasi, dan yang satunya ada di jalan utama Gading Serpong.

Karena sepi, parkirannya enak. Ruko-ruko sebelahnya masih kosong, jadi bebas parkir di mana saja. Ada parkiran sepeda juga, jadi mungkin kalau pagi banyak yang sepedaan ke daerah sini. Kopinya standard, tapi Strawberry Waffle-nya enak banget. Bitterballennya lumayan buat snacking, tapi kayaknya kalau ke sini lagi saya akan memesan waffle rasa lainnya. Yang jelas, nyaman buat kerja dan hangout bareng sahabat terdekat.




Malar Coffee
Jl. Tebet Barat IV No.11, RW.4, Tebet Bar., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12810
Order: Black Coffee (30k)

Dari luar, coffee shopnya terlihat minimalis dengan warna putih. Begitu masuk tempatnya langsung terasa nyaman dan terlihat beberapa orang bekerja dengan laptop di sana. Coffee Shop ini tidak sendirian, karena di bagian belakangnya ada beberapa restoran lain seperti Steggo, dan services seperti Beauty Bar. Favorit saya tentu saja kacanya yang besar-besar yang membuat restoran ini terang benderang di siang hari. Kopinya bukan sesuatu yang berkesan buat saya, tapi duduk di dekat jendela besar membuat kopi jadi lebih nikmat.

Tempat parkirnya lumayan sempit, hanya muat 3-4 mobil. Tapi kalau untuk lokasi di Tebet, sebenarnya ini sudah termasuk besar. Menemukan Coffee Shop ini secara tidak sengaja ketika sedang mencari makan siang di Tebet. Sepertinya sih akan mampir ke sini lagi kalau main ke daerah sana.




OL Pops Coffee Bintaro Veteran
Jl. RC. Veteran Raya No.10, Bintaro, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12330
Order: French Press Congo Civu (29k)

Menemukan coffee shop ini secara tidak sengaja karena numpang parkir pas makan di Tengkleng Pak Manto di daerah Veteran, Bintaro. Suasananya juara. Ada bagian outdoor yang menyenangkan dan romantis. Instagramable juga buat yang suka foto-foto. Karena tertarik dengan jenis biji kopi yang disajikan, saya jadi memesan Manual Brew French Press ketimbang Black Coffee atau Americano yang biasa. Dan karena biji kopinya ternyata Arabica semua, saya memilih yang belum pernah saya coba: Congo Civu. Ternyata kopinya lumayan light dan ada aftertaste yang sedikit unexpected pas pertama diminum. Tapi sejujurnya not bad.

Café ini juga punya makanan berat, yang next time pengen dicoba kalau pas mampir tanpa makan Tengkleng dulu. Parkirannya luas, bisa sampai 10 mobil, dan parkiran motor juga terletak di bagian dalam.

Monday, March 28, 2022

Lumpia Semarang: Makanan Tradisional yang Selalu Bikin Kangen

Tidak pernah bosan menulis tentang Lumpia Semarang, makanan kesukaan saya. Dudu sih tidak doyan haha. Entah kenapa, makanan yang satu ini selalu jadi nomor satu di hati. Nomor duanya Pempek. Tapi itu beda cerita ya.

Saya lumayan particular alias picky kalau bicara Lumpia dan sampai saat ini hanya satu yang benar-benar selalu saya cari kalau pulang ke Semarang. Lumpia Gang Lombok. Bukan cuma rasa, tapi sejarahnya juga. Kios Lumpia yang terletak di Chinatown semarang ini sudah jadi langganan sejak saya kecil. Dari harga belum 10 ribu sampai naik 15 ribu dan sekarang katanya harga 1 lumpia sudah 20 ribu. Saya belum ke sana lagi sejak pandemi, tapi konon kiosnya sudah direnovasi. Harganya lumayan memang. Tapi Lumpia ini tetap sudah ada budgetnya sendiri.

Mencoba gambar Lumpia sendiri

Ketika Googling soal harga Lumpia Semarang, saya menemukan artikel protesnya netijen soal harga makanan tradisional yang satu ini. Emangnya kenapa Lumpia Semarang mahal? Saya juga yakin jawabannya kenapa, tapi yang saya paham, Lumpia Semarang ini isinya rebung, telur dan udang. At least Lumpia Gang Lombok begitu. Kulitnya tipis dan kalau digoreng crispy bisa langsung digigit putus. Dan fillingnya ini banyak, soalnya Lumpia kesukaan saya itu gendut. Rebungnya super tasty, entah gimana masaknya. Saya merasa sih ini dimasak bersama udang cincang atau ebi hingga layu dan rasanya meresap. Lalu baru dicampur telur orak-arik dan digulung ke dalam kulitnya. Kalau Lumpia goreng ya langsung digoreng, kalau lumpia basah ya dimakan langsung.

Lumpia Gang Lombok

Lumpia Gang Lombok bukan tempat satu-satunya beli Lumpia, tapi pilihan pertama saya. Kalau habis, alias kesiangan, saya biasanya cari Lumpia Mataram depan Sanitas. Selain kedua Lumpia itu, yang lain belum ada yang nyangkut sama lidah saya. Entah kenapa beda. Ya kulitnya lebih tebal, ya rebungnya yang terlalu tipis atau terlalu pendek memotongnya. Tidak ada udang, tidak ada ebi atau bahkan telur orak-ariknya yang tidak terasa.

Makannya harus sama nasi hangat. Saya tidak menggunakan saus kental maupun bawang yang disajikan bersama Lumpianya. Buat saya Lumpia ini lauk haha.

Dulu, setiap tahun saya mudik ke Semarang, kampung halaman Papa, setiap kali itu juga saya mampir ke Lumpia Gang Lombok. Kadang kebagian, kadang kesiangan dan harus kembali ke esok harinya. Ketika Dudu lahir, saya mulai membawa Dudu ke sana. Soalnya di dekat Lumpia Gang Lombok ini ada kapal, Klenteng dan lapangan parkir yang lumayan besar untuk Dudu main-main.

 


Meskipun tidak bisa mewariskan rasa, karena Dudu kalau disuruh pilih maunya Pempek daripada Lumpia, setidaknya saya bisa mewariskan cerita. Soal kios Lumpia kesayangan, yang sebenarnya kalau disuruh nyetir sendiri ke sana tanpa Google Maps pasti nyasar juga.

Saturday, March 19, 2022

Makan Steak di Indoguna Meat Shop & Gourmet Cikajang

Terletak agak ngumpet di lantai 2 toko daging, restoran ini konsepnya sedikit unik. Kalau biasanya di restoran steak lain kita membayar harga fix di menu, ini kita membayar harga daging yang kita beli plus ongkos masaknya. Ternyata harga akhir masaknya tidak seberapa berbeda dengan kalau kita makan steak di restoran lainnya.

Akhir-akhir ini lagi seneng banget makan steak. Dudu emang fans berat daging, dan tidak pernah menolak kalau diajak cobain steak. Jadi, di suatu random weekend, kita pergi makan steak di Indoguna. Sebenarnya tempat ini bukan restoran baru, tapi biasanya dikenal sebagai toko daging dan distributor daging ternama. At least, saya ke sana kalau beli daging atau keju, bukan untuk makan di restorannya. Soalnya parkirnya lumayan susah hehehe. Lokasinya di deretan ruko Jl. Cipaku di seberang pasar Santa. Kalau datang dari arah jl. Cikajang, maka akan terlihat tulisan Indoguna Meat Shop & Gourmet.

Kami datang di hari Sabtu siang, tapi masih sebelum jam 12 jadi dapat parkir di depan ruko dan restorannya juga belum terlalu ramai. Kalau berencana late lunch, sebaiknya sih booking tempat dulu.


Karena baru pertama kali ke sana, jadi agak clueless. Dapat menu book, tapi ternyata untuk dagingnya kita harus ke station daging sendiri dan memilih mau yang mana. Karena harga daging sesuai dengan berat gram-nya. Untungnya, mbak pelayan yang in charge sama meja kita orangnya baik dan super helpful. Jadi dia bawa dagingnya ke meja buat kita pilih. Tidak ada lagi pertanyaan soal ukuran daging seperti “200gr itu sebesar apa ya?” Hehe.

Selesai memilih daging, kita memilih tingkat kematangan, saus dan side dish-nya. Ini juga lumayan sulit karena pilihannya banyak. Untuk saus sih yang paling disarankan untuk daging ada Mushroom Sauce, Blackpepper Sauce atau Barbeque Sauce. Saya dan Dudu memesan Mushroom Sauce, meskipun saya sempat tergoda apa rasanya steak pakai Lemon Butter Sauce atau Gravy. Pilihan side dish ada Baked Potato, Mashed Potato, Potato Wedges, French Fries dan Nasi. Pilihan sayuran ada Mix Vegetable, Fresh Salad, Sauteed Mushroom dan Sauteed Spinach.



Jadi biaya yang dikeluarkan adalah harga daging + biaya side dish (48k). Contoh, pesanan saya adalah 200gr US Striploin Prime Steak (152k) plus mashed potato (48k). Sementara pesanan Dudu adalah 190gr Angus Striploin (154k) plus mashed potato (48k). Harga dagingnya mengikuti gram yang ada, jadi ketika memilih daging di awal, kita memilih ukurannya juga.

Saya dan Dudu sepakat kalau rasanya enak, dagingnya empuk dan sesuai harapan. Mashed potato-nya juga enak, tapi porsinya terlalu besar buat saya haha. Mungkin next time bisa coba potato wedges atau baked potato biar aman. Yang sedikit kurang adalah Sauteed Spinach yang saya pesan sebagai vegetable side dish. Kalau dibandingkan dengan beberapa restaurant lain, Sauteed Spinach di sini rasanya lebih subtle. Lebih tidak tajam. Di satu sisi ini bagus karena kalau dimakan sama steak jadi tidak overpowering. Tapi karena saya lebih suka yang tajam rasanya supaya bisa dimakan sendiri, jadi sepertinya next time akan pesan Sauteed Mushroom aja.


Yang menyenangkan dari restoran ini, selain kualitas dagingnya yang terjamin adalah rotinya yang enak. Ada appetizer garlic bread yang crunchy dan bikin nagih. Bisa dibeli di bakery-nya tapi harus request dulu. Dan karena kebetulan kita kebagian tempat duduk dekat bakery, harum garlic bread crispy ini lewat terus haha. Tapi yang kita bawa pulang adalah cheese sticknya (22,5k). Lalu suasananya enak banget, restaurant-nya nyaman dan pas buat makan bersama keluarga.

So, we’ll be back for sure.


Our date is at:

Indoguna Meatshop & Gourmet
Jl. Cipaku I No.11, RT.2/RW.4, Petogogan, Kec, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12170