Tuesday, February 11, 2025

Perjalanan Nostalgia Menemui si Unyil di PFN Jakarta

Apa yang pertama kali terlintas di kepala, saat mendengar kata “Si Unyil”?

Well, kemarin, saya membaca satu postingan instagram tentang tur PFN Heritage sekaligus perayaan ulang tahun kedelapan Wisata Kreatif Jakarta. Ada tur nostalgia si Unyil di sana. Ikut, ah!

Pendaftaran melalui seleksi, menyisakan sekitar 50 orang terpilih mengikuti tur tersebut, yang (untungnya) termasuk saya.

Siapa si Unyil? 

Generasi sekarang, yang memiliki lebih banyak pilihan tontonan dengan akses global yang lebih terintegrasi, mungkin tidak kenal dengan anak laki-laki yang mengenakan peci dan sarung ini. Sebenarnya si Unyil masih tayang di TVRI pada Desember 2024 kemarin, bahkan dengan teknologi Face Recognition yang membuat para boneka tangan ini bisa membuka mulut dan mengedipkan mata. Namun, di tengah gempuran konten dari seluruh dunia, saya bayangkan sulitnya Unyil bersaing dengan mereka.



Yuk, kita kenalan di sini aja, biar semua bisa akrab.

Si Unyil adalah TV seri anak-anak yang mengudara setiap Minggu Pagi dari tanggal 5 April 1981 hingga 21 November 1993. Saya biasanya nonton ini gantian sama Doraemon. Si Unyil bercerita tentang petualangan sehari-hari sekelompok anak SD, yaitu Unyil. Ucrit dan Usro. Mulai dari sekolah, main di pasar, berinteraksi dengan warga desa lainnya seperti Pak Ogah, Pak Raden, dan Bu Bariah. Pencipta Si Unyil bernama Drs. Suyadi, yang dikenal juga sebagai Pak Raden.

Si Unyil bisa ditemukan di PFN, alias Produksi Film Negara. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Persero ini memiliki hak cipta Si Unyil dan beberapa film sejarah seperti G30SPKI. Berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, tepatnya sebelah GOR Jakarta Timur, sebelum deretan KFC dan McD, PFN ini tidak terlihat jelas dari luar. Namun, begitu masuk, ternyata dalamnya luas. Yang membuat saya happy tentu saja adalah tersedianya coffee shop dan tempat parkir mobil hehe.

Oh iya, tur PFN Heritage sekaligus bernostalgia bertemu si Unyil ini adalah acara spesial dari perayaan ulang tahun Wisata Kreatif Jakarta. Meskipun PFN sendiri terbuka untuk umum, karena memang melakukan penyewaan studio, alat produksi dan lain sebagainya, tetapi sepertinya tempat ini bukan tujuan tur wisata.

Banyak Cerita di PFN Heritage Jakarta

Dipimpin oleh Bapak Iwan Setiawan, Head of Asset Management PFN, walking tour dimulai dari lantai satu Gedung Empat Lantai. Menurut pemaparan Pak Iwan, gedung ini pada zaman dahulu berfungsi sebagai gedung suara, di mana tiga lantai teratas digunakan sebagai ruang proses editing dengan ruangan kedap suara. Dubbing, pada waktu itu, berperan sangat penting bagi keseluruhan film karena mikrofon yang ada belum sejernih sekarang. Jadi, peran gedung suara ini sangat besar pada post-production film di Indonesia.



Pemaparan tentang PFN Heritage sekaligus registrasi peserta terletak di lantai satu. Selesai pemaparan, saatnya keliling lokasi, melihat langsung gedung-gedung dan aset yang sudah ada sejak zaman Belanda itu. PFN dibangun pada tahun 1934 sebagai pabrik pembuatan film dan merupakan yang terbesar di Asia Pasifik dan terlengkap untuk post-production pada zamannya. Kenapa daerah Jatinegara yang dipilih? Menurut Pak Iwan, proses pengolahan film, yaitu pencucian, membutuhkan banyak air yang banyak ditemukan di daerah sana.

Gedung-gedung PFN sekarang sudah menjadi Bangunan Cagar Budaya yang dilindungi pemerintah. Ada tiga gedung heritage di kawasan tersebut. Salah satunya adalah bangunan kantor yang masih memiliki interior peninggalan Belanda. Atap ruang meeting yang ikonik, dengan boneka tokoh-tokoh si Unyil berjejer di dekat layar. Lalu ada Blackbox studio, yang berbentuk kotak, kedap suara dengan peredam yang katanya dari sabut kelapa. Studio ini juga peninggalan Belanda, dan sekarang banyak digunakan untuk syuting film, video klip, serta intimate concert.




Perjalanan mengelilingi area PFN Heritage, yang masih aktif berfungsi sebagai studio dan pusat produksi film ini, seperti tur studio film pada umumnya. Ada bangunan tua yang digunakan untuk syuting film horror. Ada tembok-tembok penuh coretan grafiti. Ada lorong-lorong gelap. Sebenarnya ada rasa seperti pergi ke mini Universal Studio Tour.

Perjalanan Nostalgia Yang Ditutup Dengan Nonton Film

Di akhir perjalanan, kita berkumpul di Blackbox Studio untuk acara perayaan ulang tahun Wisata Kreatif Jakarta, Talkshow dengan para expert dan menonton film si Unyil dalam dua versi berbeda. Versi terbaru dengan teknologi Face Recognition, serta versi jaman dahulu saat kita masih nonton di hari Minggu pagi.

Di studio ini juga dideretkan para boneka pemeran utama si Unyil, termasuk pak Ogah dan Meilani. Sementara Pak Raden ada di pintu masuk Gedung Perkantoran dan Bu Bariah disimpan di lemari, di gedung yang sama. Yang membuat perjalanan ini jadi sebuah nostalgia bukan hanya si Unyil, tetapi juga alat-alat produksi film, termasuk mesin pemutar video, yang jelas sudah ada sejak jaman dahulu kala. Kamera-kamera raksasa yang kemudian bertemu dengan teknologi canggih macam XR dalam satu lokasi yang sama.




Ada banyak fakta menarik terungkap dari perjalanan nostalgia kali ini. Soal film kolosal Kereta Api Terakhir yang menggunakan 15,000 orang figuran pada tahin 1981. Soal film G30SPKI yang diputar setiap tahun, dan menjadi tradisi. Peserta tour juga belajar tentang IP dan bagaimana merawatnya dari Bapak Sunu Pitoyo, Expert Team PFN. Serta sesi teknologi XR, paparan Bapak Raka Kaka, Staf Teknologi Informasi, yang merubah cara pandang saya tentang adegan film yang ada.

Walking Tour spesial yang berdurasi 4 jam itu membuka wawasan baru tentang sejarah perfilman Indonesia dan keberadaan PFN sebagai pendukungnya. Sesuai kata Bapak Ihsan Chardiansyah, Sekretaris Perusahaan PFN, bahwa PFN tidak berkompetisi dengan production house (PH) yang ada saat ini melainkan berperan sebagai pendukung dalam bidang pengembangan human resources, ekosistem, serta membuka hubungan dengan stakeholders terkait misalnya pemerintah, BUMN dan investor swasta.

Berkunjung ke tempat baru, apalagi yang memiliki makna sejarah dan nostalgia, sekaligus jalan kaki keliling area PFN membuat hari Minggu sore jadi lebih bermakna. Apalagi bertemu teman-teman baru dari Wisata Kreatif Jakarta. Saya sebenarnya termasuk orang yang senang berjalan kaki, menikmati pemandangan sekitar, people watching dan tidak pusing sama parkir. Dengan catatan, situasi dan kondisi memungkinkan. Banyak hal yang baru terlihat ketika kita melintas dengan jalan kaki, dan terlewatkan ketika kita menggunakan kendaraan.

Next time, mau jalan kaki ke mana lagi ya?

Our Date is at
PT Produksi Film Negara

Jl. Otista Raya No.125-127, RT.9/RW.8, Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13330

Wisata Kreatif Jakarta (Jakarta Tours and Virtual Tours Specialist)
Jalan Casablanca Office 88 Lantai 9 Unit A Gedung 88 Kota Casablanca, RT.4/RW.12, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870

1 comment:

  1. Menarik juga dapat kesempatan tur di sini. Nemu aja Ruth acara unik kaya gini.

    ReplyDelete

Thanks for stopping by. Please do leave your thoughts or questions, but we appreciate if you don't spam :)