Wednesday, February 26, 2025

Mau Traveling Bareng Anak, Mulai Dari Mana?

“Gue mau dong kayak lo gitu, bisa jalan bareng anak.”
Kalimat ini sering saya dengar kalau saya pulang jalan-jalan sama Dudu. Kayaknya seru. Adventurous. Namun, biasanya tinggal niat semata dari yang mengungkapkan keinginannya. Soalnya, (ini kata mereka lho), “ternyata ribet ya traveling sama anak.”

Ya, memang nggak se-simple solo traveling, tapi juga bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Hanya saja kita butuh persiapan ekstra.

Lumphini Park, Bangkok (2018)

Creating a Good Journey


Yang memutuskan apakah sebuah perjalanan adalah good journey adalah kita sendiri. Dalam hal ini, saya dan Dudu. Jadi, traveling bersama anak itu dimulai dari alasan dan tujuannya. Buat apa? Tanyakan pada diri sendiri, kenapa mau jalan-jalan. Semua alasan valid lho. Baik yang hanya mau buat content, FOMO sama postingan teman, atau yang mau creating memories sama anak, dan cari alasan buat ke theme park. Tapi, keberadaan alasan ini penting, karena akan menentukan seperti apa perjalanan kita bersama anak.

Sunday, February 23, 2025

Roemah 36A Kopi dan Tanaman: Hidden Gem Jaksel

Bayangkan sebuah kafe yang menyatu dengan rumah dan taman. Itulah yang saya temukan di Roemah 36A Kopi dan Tanaman. Cerita ini bermula dari pertanyaan sederhana: “Mau WFC di mana?” Awalnya, saya penasaran, apa sih yang spesial dari tempat ini?


“Tau dari mana ada tempat ini?”
Saya, si tim nearby belum menemukan cafe rumahan ini karena tidak pernah buka maps di sekitaran RS. Fatmawati. Padahal hampir setiap hari lewat sana.
“Jadi, gue kalo naik ojek pulang suka lewat sini. Terus liat, apa tuh kayaknya lucu.”
Pantesan jalanannya bukan yang umum dilewati mobil.

Gimana ini maksudnya kopi dan tanaman?


Bio Instagram-nya yang mencantumkan “A coffee shop that can be your second home,” sepertinya serius. Soalnya, datang ke Roemah 36A Kopi dan Tanaman seperti mampir ke rumah teman. Ada kopi, dan ada puluhan pot tanaman di taman belakang. Dari pintu masuk, kita dihadapkan dengan meja kasir, etalase pastry and bungkus kopi yang ditempel di dinding. Ada papan pengumuman yang banyak post-it-nya. Pesan dulu.

Pesan apa?


Yang jelas Kopi. Americano ice di hari yang panas. Lalu Pempek. Jujur, pertama skeptis melihat apakah pempek yang disajikan di Roemah 36A Kopi dan Tanaman ini bisa enak. Soalnya, kalau bicara pempek saya ini lumayan pemilih. Tapi ternyata Pempek datang melebihi ekspektasi. Pempek Kapal Selam gendut, dengan cuka yang sesuai harapan, yaitu yang tidak terlalu manis. Jadi, begitu saya datang lagi ke sini, saya pesan Pempek lagi.

Namun, saya salah. Yang paling menyegarkan di sini bukan Ice Americano, tapi Soda Lemon Espresso. Minuman dingin yang satu ini wajib dicoba.


Ada makan berat juga, yang meski terlihat sederhana di menunya, rasanya enak. Ada Mie Goreng, Mie Godog, Nasi Goreng, Magelangan,Tongseng, hingga rice bowl Dori Sambal Matah. Di sudut belakang Roemah 36A Kopi dan Tanaman, di antara jajaran tanaman hijau, mata saya tertuju pada sebuah gerobak. Kalau scrolling Instagramnya, sebelum cafe renovasi, gerobak ini ada di depan. Ternyata, gerobak itu adalah dapur tempat semua hidangan dimasak. Persis seperti menikmati nasi goreng dari abang-abang gerobak langganan. Saat nasi gorengnya tiba di meja, rasanya pun tak jauh berbeda, otentik dan menggugah selera. Disajikan dengan porsi lumayan besar, bersama kerupuk, saya cuma sanggup menghabiskan setengahnya.

Oh iya, selain Pempek, Roemah 36A Kopi dan Tanaman juga punya sederetan makanan ringan termasuk risoles dan batagor. Mungkin next time bisa dicoba.

Friday, February 21, 2025

Downtown Disney District: Dunia Baru yang Membuat Lupa Waktu

Ke Disneyland, tapi nggak masuk ke theme park-nya. Emang nggak bosan?

Ada yang namanya Downtown Disney District. Downtown atau yang harafiahnya diterjemahkan sebagai pusat kota, adalah bagian tengah kota, yang sering dikaitkan dengan bisnis, perdagangan, dan hiburan. Biasanya merupakan area yang paling padat penduduknya dan pusat transportasi umum.


Sama seperti konsep ‘Downtown’ pada umumnya, di Downtown Disney District juga ada banyak toko retail, restaurant dan tempat untuk jalan-jalan. Bisa beli hotdog dan makan di area outdoor. Bisa window shopping dan belanja. Yang membuat Downtown Disney District spesial ya karena ini adalah gerbang masuk ke area Disneyland. Area Disneyland di Anaheim, California ini cukup comprehensive, dan bisa dibilang sebuah kota sendiri. Makanya punya downtown sendiri yang memberikan pengalaman belanja, makan, dan hiburan yang unik. Di hari-hari tertentu, ada live entertainment, penampilan karakter, dan acara khusus di sana.

Jadi, Downtown Disney ini lokasinya di luar Disneyland Park dan Disney California Adventure. Di ujung Downtown Disney District, kita bisa melihat pintu gerbang ke kedua theme park tersebut.



Downtown Disney District ini gratis. Yang bayar hanya parkirnya, yaitu $10 untuk jam pertama. Kalau stay lebih lama, bisa cari additional parking $20 untuk 3 jam jika belanja di toko, atau 5 jam jika makan di restoran. Saya kemarin menghabiskan waktu sekitar 3 jam untuk lihat-lihat, shopping dan jajan.

Here are some of the things that make Downtown Disney District special:

Friday, February 14, 2025

Nonton Konser di Luar Negeri, Apa Serunya?

Nonton konser di luar negeri, sekalian jalan-jalan dong!

Saya beberapa kali menonton konser di luar negeri, meski masih hanya di negara tetangga saja. Semuanya konser K-Pop. Yang pertama tahun 2012, karena pekerjaan yang harus meliput konser Super Junior, Super Show 4, di Singapore Indoor Stadium. Lalu nonton CN Blue pada tahun 2017 di ZEPP@BigBox Singapore. Lalu K-Wave 2 Music Festival di Kuala Lumpur pada 2018. Semuanya Kpop haha. Sisanya, nonton di Indonesia.

 CN Blue pada tahun 2017 di ZEPP@BigBox Singapore

Waktu kuliah di Amerika, juga nonton konser sih, tapi itu kan pas tinggal di sana, jadi nggak dihitung “luar negeri” dong ya haha.

Nonton konser di luar negeri berarti punya persiapan ekstra. 

Selain ekstra uang dan waktu, juga ekstra itinerary. Alias, mau ke mana di sisa waktu yang ada. pertimbangkan hal berikut sebelum pergi.

Harga Tiket Konser. Kalau di Singapura, harga tiket konser bisa lebih mahal, atau sama mahalnya. Sebagai perbandingan, harga tiket paling mahal untuk Super Show 9 Jakarta adalah 2,8 Juta, sementara di Singapura mencapai 3,8 Juta dan Malaysia 3,2 Juta.

Biaya Lain-lain. Bagi yang tinggal di Jakarta seperti saya, nonton konser di kota sendiri berarti hanya keluar biaya bensin, parkir dan sejenisnya. Mungkin taksi atau transportasi umum lainnya kalau parkir tidak memungkinkan. Sementara kalau ke luar negeri berarti ada biaya akomodasi dan transportasi yang bisa jadi seharga tiket konsernya. 


Waktu yang dibutuhkan. Nonton konser di kota sendiri, hanya perlu meluangkan waktu di hari H konser saja. Kalau konser di negara tetangga harus menghitung waktu berangkat dan pulang yang tidak sebentar.

Bahasa. Buat saya yang nontonnya konser Kpop, hal ini penting. Makanya hanya nonton di Singapura dan Malaysia yang translate-nya ke English. Kalau di Thailand, nanti pas ment (alias ngobrol-ngobrol), saya bengong. Kalau nonton boyband kayak Backstreet Boys atau Band macam Green Day sih mana saja jadi asal duitnya ada. Haha.

Itinerary. Mau sekalian ke mana lagi? Soalnya kalau sudah traveling ke negara tetangga dan hanya nonton konser saja, buat saya sih rugi. Paling tidak bisa bawa 1-2 tulisan blog pulang ke Indonesia kan. Periksa tempat wisata atau tempat kuliner di sekitar tempat konser.


K-Wave 2 di Stadium Merdeka, Kuala Lumpur

Sudah begini kok ngotot nonton di luar negeri?

Kalau ditanya begini, saya biasanya cuma tertawa. Lebih mahal, lebih ribet dan lebih banyak waktu terpakai. Namun, saya masih memilih pergi nonton di negara tetangga. Kenapa?

Tuesday, February 11, 2025

Perjalanan Nostalgia Menemui si Unyil di PFN Jakarta

Apa yang pertama kali terlintas di kepala, saat mendengar kata “Si Unyil”?

Well, kemarin, saya membaca satu postingan instagram tentang tur PFN Heritage sekaligus perayaan ulang tahun kedelapan Wisata Kreatif Jakarta. Ada tur nostalgia si Unyil di sana. Ikut, ah!

Pendaftaran melalui seleksi, menyisakan sekitar 50 orang terpilih mengikuti tur tersebut, yang (untungnya) termasuk saya.

Siapa si Unyil? 

Generasi sekarang, yang memiliki lebih banyak pilihan tontonan dengan akses global yang lebih terintegrasi, mungkin tidak kenal dengan anak laki-laki yang mengenakan peci dan sarung ini. Sebenarnya si Unyil masih tayang di TVRI pada Desember 2024 kemarin, bahkan dengan teknologi Face Recognition yang membuat para boneka tangan ini bisa membuka mulut dan mengedipkan mata. Namun, di tengah gempuran konten dari seluruh dunia, saya bayangkan sulitnya Unyil bersaing dengan mereka.



Yuk, kita kenalan di sini aja, biar semua bisa akrab.

Si Unyil adalah TV seri anak-anak yang mengudara setiap Minggu Pagi dari tanggal 5 April 1981 hingga 21 November 1993. Saya biasanya nonton ini gantian sama Doraemon. Si Unyil bercerita tentang petualangan sehari-hari sekelompok anak SD, yaitu Unyil. Ucrit dan Usro. Mulai dari sekolah, main di pasar, berinteraksi dengan warga desa lainnya seperti Pak Ogah, Pak Raden, dan Bu Bariah. Pencipta Si Unyil bernama Drs. Suyadi, yang dikenal juga sebagai Pak Raden.

Si Unyil bisa ditemukan di PFN, alias Produksi Film Negara. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Persero ini memiliki hak cipta Si Unyil dan beberapa film sejarah seperti G30SPKI. Berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, tepatnya sebelah GOR Jakarta Timur, sebelum deretan KFC dan McD, PFN ini tidak terlihat jelas dari luar. Namun, begitu masuk, ternyata dalamnya luas. Yang membuat saya happy tentu saja adalah tersedianya coffee shop dan tempat parkir mobil hehe.

Oh iya, tur PFN Heritage sekaligus bernostalgia bertemu si Unyil ini adalah acara spesial dari perayaan ulang tahun Wisata Kreatif Jakarta. Meskipun PFN sendiri terbuka untuk umum, karena memang melakukan penyewaan studio, alat produksi dan lain sebagainya, tetapi sepertinya tempat ini bukan tujuan tur wisata.

Friday, February 7, 2025

Chinatown Heritage Center Singapore

Eh, Singapore ada yang baru?

Salah satu negara tujuan wisata yang kalau saya visit, saya bingung mau ke mana lagi adalah Singapura. Too often, too many times. Kalau bukan Marina Bay Sands, Singapore Zoo, Suntec City atau landmark terkenal lainnya, sisanya adalah daerah perumahan dan taman yang mungkin lebih menarik untuk warga lokal.

Saya bahkan pernah secara sengaja stay 8 jam untuk keliling Changi (yang waktu itu belum punya Jewel) dan keluar masuk taman-taman yang ada sampai puas. Saya pernah menginap di hotel airport di Changi. Marina Bay malam hari, siang hari, sudah pernah ditulis semua. Liburan hemat, liburan gratis, liburan berdua maupun liburan ramai-ramai. Nonton konser juga sudah, meski bukan tulisan tersendiri. Malah akhir bulan Februari ini mau nonton lagi. Dulu, sebelum covid, setiap Art & Science Museum ganti exhibition, kita sempatkan mampir ke Singapura. Meski sebagian besar tulisan ini ada di blog yang andrewandme.blogspot.com. Terus apa lagi dong?


Kemarin saya kembali transit super lama di Singapura. Sekitar 8 jam. Mau ke mana lagi? Sepupu yang menjemput saya bertanya, “apa yang ingin saya kunjungi di Singapura?” Saya balik bertanya, “apa yang baru?”

Jadilah kami berdua berdiri di depan Chinatown Heritage Center, yang nyempil di tengah kekacauan Chinatown. Ethnographic museum ini bercerita tentang sejarah dan budaya masyarakat Tionghoa di Singapura. Berlokasi di tiga rumah toko yang telah dipugar di Pagoda Street, di jantung Chinatown Singapura, museum ini agak sulit ditemukan dari luar. Berjalan keluar dari MRT Chinatown, menyusuri Jalan Pagoda, cari tulisan Chinatown Heritage Center di sebelah kiri jalan. Jaraknya sekitar 1 menit berjalan kaki dari MRT.

Tuesday, February 4, 2025

Daya Tarik Perhentian di Downtown Kota Kecil

Berbelok keluar dari interstate, jalan tol yang menghubungkan antar negara bagian di Amerika Serikat, dan memasuki kota kecil selama road trip menawarkan perubahan suasana yang menarik. Detour yang worth it, melepaskan diri dari monotonnya berkendara di jalan raya, meregangkan kaki dan menemukan petualangan tak terduga. Bisa berupa landmark, restoran, atau hal-hal menarik lainnya seperti toko yang menjual souvenir.

Di Council Bluffs, Iowa. Berhenti di Visitor Center adalah wajib karena ponsel masih Nokia 3310

Ada dua macam Downtown Kota Kecil yang saya senang datangi, dan selalu berusaha menyelipkannya ke dalam itinerary road trip. Pertama adalah kota-kota yang ada di sepanjang Interstate, biasanya terletak 2-3 jam dari ibukota atau kota besar lainnya. Kedua adalah suburb, alias kota kecil yang terletak menempel dengan ibukota. Kalau di Indonesia mungkin sejenis Bodetabek. Atau bahkan Cipanas. Pada umumnya, kota-kota kecil ini hanya punya satu jalanan utama dan jumlah lampu lalu lintas yang bisa dihitung jari.

Awalnya jatuh cinta dengan kota-kota seperti ini adalah ketika road trip jaman kuliah dulu. Saya kuliah di midwest America, yang memang banyak kota-kota berpenduduk 20,000 atau kurang yang memiliki daya tarik sendiri. Kota tempat tinggal saya, Columbia, Missouri, pada jamannya berpenduduk kurang dari 100,000 dan sebagian besar adalah mahasiswa. Jadi kalau musim panas atau musim liburan, kotanya sepi. Dari situlah ide jalan-jalan muncul, apalagi ketika sudah ada Dudu.

Menariknya, di beberapa negara bagian, ibu kota bukanlah kota terbesar di sana. Jadi, kota-kota kecil berpenduduk sedikit ini bisa jadi adalah ibu kota negara bagian. Selain itu, di setiap negara bagian biasanya ada kota bernama Springfield. Buat yang hobi nonton the Simpson pasti tahu reference ini.


Satu liburan musim semi, kami ke Wisconsin Dells. Kota berpenduduk 3000 jiwa yang terkenal karena banyaknya theme park dan water park di sana. Dua di antaranya adalah Noah's Ark Water Park, dan Mt. Olympus Water & Theme Park. Satu roller coaster yang paling berkesan adalah roller coaster dari kayu yang (saat itu) bernama Hades. Roller coaster ini turun masuk ke basement parkiran mobil, jadi kita berasa diajak jalan-jalan bersama Hades. Pada tahun 2013, Hades direnovasi dan diupgrade dengan 360 roll dan kereta baru.

Mt. Olympus Water & Theme Park
1701 Wisconsin Dells Pkwy, Wisconsin Dells, WI 53965, United States

Noah's Ark Water Park
1410 Wisconsin Dells Pkwy, Wisconsin Dells, WI 53965, United States

Lalu di musim gugur, saya dan Dudu pernah mampir ke Paducah, Kentucky (populasi sekitar 26,000) dan Metropolis, Illinois (populasi sekitar 5,000). Kedua kota ini terpisahkan oleh Ohio River tapi merupakan satu kesatuan Paducah, KY-IL Metropolitan Statistical Area. Meskipun kecil, Metropolis ini terkenal karena merupakan tempat tinggal Superman. Iya, Metropolis yang itu. Kalau di film terlihat seperti New York, tapi kenyataannya, Metropolis lebih mirip kampung halaman Superman di Smallville, Kansas.

World's Largest Superman Statue
517 Market St, Metropolis, IL 62960, United States



Sunday, February 2, 2025

Unplanned Hike to Griffith Observatory

Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali. Kiri kanan kulihat, well, semak-semak dan pemandangan kota Los Angeles.


Let's just say that we never intended to go on a hike.

Hari Minggu siang, di musim panas, sepertinya satu kota Los Angeles punya pemikiran yang sama: “Yuk, ke Griffith Observatory.” Tidak ada parkir kosong di sekitar tempat tujuan. Jadilah, kami mencari public parking terdekat, meninggalkan mobil di sana, lalu jalan kaki ke atas.

Sebenarnya ada banyak cara ke sana, selain dengan mobil, jalan kaki atau naik sepeda. Ada bus umum yang bisa digunakan untuk pergi ke Griffith Observatory. Naik DASH dengan tujuan Observatory/Loz Feliz dari Stasiun Metro B Line Vermont/Sunset. Mereka yang tidak mau pusing dengan parkir atau jalan kaki lumayan jauh, bisa mengambil opsi kendaraan umum ini.

Oh ya, sebelum lupa, disclaimer dulu bahwa tulisan ini adalah pengalaman berkunjung, sebelum Griffith Observatory terdampak kebakaran hutan di California, yang terjadi pada awal tahun 2025.

Mari Masuk Ke Griffith Observatory


Griffith Observatory adalah landmark ikonik kota Los Angeles yang terletak di atas Mount Hollywood di area Griffith Park. Temukan pameran menarik tentang astronomi, eksplorasi ruang angkasa, dan sejarah alam semesta. Samuel Oschin planetarium, teleskop, serta Tesla Coil exhibition di sana. Griffith Observatory buka hingga jam 10 malam setiap harinya, sehingga kita bisa menyaksikan bintang-bintang di malam hari. Observatory yang dikunjungi sekitar 125,000 per bulan ini, tutup setiap hari Senin.