Sunday, May 11, 2025

Lokasi Wisata Sepanjang Busway Koridor 1

Saya bukan pengguna transportasi umum, tapi saya (akhirnya) naik busway. Yang paling sering saya tumpangi adalah busway koridor 1. Selain main dating apps di bis, saya juga senang memperhatikan jalan. Setelah sekian lama absen, dua bulan terakhir ini saya jadi sering naik busway. Parkir di Blok M Plaza, lalu lanjut dengan busway jalan-jalan keliling Jakarta. Ada rasa nostalgia karena jaman masih jadi pegawai kantoran dulu, saya bisa tiap hari naik koridor 1.

Ini adalah tempat-tempat yang bisa dikunjungi dengan naik busway koridor 1. Bukan daftar yang lengkap, karena ini hanya halte yang benar-benar pernah saya kunjungi. Tapi, setidaknya bisa memberi gambaran.


Halte: Blok M/ ASEAN/ Kejaksaan Agung
Tempat tujuan: M Bloc dan Taman Literasi Martha Christina Tiahahu

M Bloc Space adalah daerah kekinian yang populer dengan anak muda saat ini. Bertempat di bekas kompleks perumahan pegawai Peruri, lokasi ini adalah perpaduan unik antara ruang terbuka hijau, toko-toko ritel yang menjual produk lokal dan unik, berbagai pilihan kuliner. Biasanya saya ke sini untuk menghadiri event atau acara komunitas. Tempat ini ramai di akhir pekan atau sore hari sepulang kerja.

Di seberangnya, tepat di bawah stasiun MRT Blok M, ada Taman Literasi Martha Christina Tiahahu. Taman ini adalah ruang publik yang mendorong minat baca dan kegiatan literasi bagi berbagai kalangan. Ada banyak event membaca yang diadakan di amfiteater mini taman ini. Namun, buat saya, taman ini adalah lokasi menunggu busway sambungan ke arah Pondok Labu haha.

Halte: Senayan Bank DKI/ Polda Metro Jaya
Tempat tujuan: GBK

Ini dulu halte favorit, alias sering banget disamperin karena saya pernah jadi mbak-mbak SCBD. Jadi kalau pulang kantor selalu naik koridor 1 dari halte Senayan Bank DKI yang kayaknya dulu bukan ini namanya haha. Begitu juga dengan konser-konser dan acara di area GBK yang mengharuskan saya naik transport umum supaya tidak kena macet pada saat bubarannya.


Dari Halte ini kita bisa ke GBK, yang sekarang ada Hutan Kota. Bisa ke fX Sudirman atau ke area SCBD.

Halte: Bundaran HI Astra
Tempat tujuan: Bundaran HI, Grand Indonesia, Plaza Indonesi
a

Selain tentunya kita bisa ke Bundaran HI, halte ini sering jadi tempat wisata karena adanya sky deck dengan pemandangan Sudirman dan Patung Selamat Datang. Kalau di Google Maps namanya Bundaran HI Viewing Platform. Halte ini juga yang terdekat dari pusat perbelanjaan Plaza Indonesia. Bisa jalan kaki juga ke Grand Indonesia, walaupun kalau ke mall yang ini, atau ke underpass jalan Kendal, saya lebih suka turun di Tosari.

Dibandingkan halte Bundaran HI, saya lebih sering berhenti di Halte Sarinah atau yang sekarang namanya MH Thamrin. Jarak kedua halte ini tidak terlalu jauh, sekitar 750 meter dan kurang lebih 10-15 menit jalan kaki di trotoar nyaman. Di halte MH Thamrin ada pusat perbelanjaan Sarinah dan Jalan Sabang yang terkenal dengan kulinernya.

Halte: Monumen Nasional
Tempat tujuan: Monas, Museum Nasional


Dari Halte Monas, Museum Nasional hanya beberapa menit jalan kaki. Namun, museum ini bukanlah tujuan utama saya sering turun di halte Monas. Dulu, ketika masih sering naik busway, saya biasanya tukar ke Koridor 12 di Halte Kota. Masalahnya Koridor 12 ini sering PHP alias memberikan harapan palsu bahwa buswaynya masih ada. Bus mereka terakhir jam 10 malam, namun terkadang, jam 9.30 sudah tidak ada lagi. Jadi, kalau saya pulang di atas jam 9, saya akan turun di Monas dan tukar ke koridor 2 untuk pindah lagi ke koridor 10, karena kedua koridor itu sampai jam 12 malam.

Bulan puasa kemarin, saya kembali naik busway ini karena ada acara komunitas di Museum Nasional dan ternyata menyenangkan. Dari halte, kita hanya perlu menyeberang jalan, lalu masuk ke museum. Begitu juga dengan ke Monas. Halte ini adalah salah satu yang populer di hari libur, jadi kalau naik busway di akhir pekan, siap-siap tidak kebagian tempat duduk.

Halte: Kali Besar / Museum Sejarah Jakarta
Tempat tujuan: Kota Tua


Kalau turun di Halte Kali Besar, kita bisa foto-foto di toko Merah yang ada di seberang jalan. Kalau turun di Halte Museum Sejarah Jakarta, kita akan melewati daerah ramai depan Stasiun Kota dan langsung menemukan museumnya. Jarak kedua halte ini ke area lapangan di tengah Kota Tua kurang lebih sama.


Halte Kali Besar ini juga adalah tempat kita turun kalau mau pergi ke Museum Bahari. Walaupun jalan kakinya sekitar 1 kilometer dan mendaki gunung melewati lembah, serta menerjang panas terik daerah pelabuhan, tapi masih bisa dijalani.

Menjelajahi Jakarta menggunakan busway koridor 1 adalah pengalaman menyenangkan. Hanya saja, hindari jam-jam padat seperti berangkat dan pulang kantor. Atau hari libur siang-siang. Sebagai pengguna transportasi umum pemula, saya senang dengan Koridor 1 karena punya banyak tempat yang bisa digunakan untuk parkir mobil seperti Blok M atau mall-mall dan hotel di seputaran Bundaran HI.

Bisa dicoba kalau sedang malas menembus kemacetan Sudirman-Thamrin dengan mobil pribadi atau terhalang ganjil-genap sampai tempat tujuan.

Friday, May 9, 2025

Cerita Sebuah Rumah Mewah di Selatan Jakarta

Konsep Work From Cafe (WFC) yang jadi populer sejak COVID ini memberikan alternatif bagi mereka yang bosan dengan suasana monoton. Pergantian atmosfer kerja ini penting buat saya, karena dapat memicu kreativitas, mengurangi stres, dan memberikan perspektif baru. Bahkan mood menulis juga dipengaruhi oleh suasana yang ada.

Salah satu tempat yang akhir-akhir ini sering saya kunjungi adalah cafe yang sebenarnya adalah rumah. Keduanya saya tahu dari teman, namun ketagihan datang, sehingga saya kembali lagi untuk beberapa kesempatan berikutnya. Dua rumah ini hadir dengan keunikannya masing-masing. Jadi, tergantung apa yang ingin dicapai, mood seperti apa yang ingin dibangun, dua tempat ini bisa jadi pilihan WFC berikutnya.


Saya sering bercanda bahwa untuk jadi orang kaya, kita harus manifestasi dulu. Makanya saya suka kerja di rumah ini. Manifestasi sendiri maksudnya mengubah pikiran dan keyakinan menjadi kenyataan melalui fokus, afirmasi, dan visualisasi positif. Untuk itu harus ada yang terlihat: rumah mewah di Andara.

Saat memasuki gerbang The Manor Andara, kesan pertama yang menyambut adalah kemegahan dan ketenangan yang berbeda dari hiruk pikuk jalanan di luar. Kalau masuk dengan berjalan kaki mungkin lebih dramatis karena ada suara gemericik air dari air mancur di dekat gerbang utama. Apalagi kalau jalan kaki langsung berbelok menyeberangi taman.

Konon, awalnya tempat ini dikenal sebagai wedding venue. Ya, kalau melihat wujudnya sih tidak heran. Mengusung konsep bangunan seperti rumah besar bergaya Eropa klasik, dengan pilar-pilar megah dan taman yang asri. Ada beberapa bangunan di sana, selain rumah utama yang mengingatkan saya pada film Crazy Rich Asian itu. Salah satunya ternyata cafe. Suasana di The Manor Cafe terasa tenang dan elegan, dengan pilihan area indoor dan outdoor. Terutama di weekdays, karena sepi, jadi serasa rumah milik sendiri. Meskipun ada area outdoor, yang pemandangannya langsung ke air mancur dan taman yang luas, saya lebih suka ada di indoor. Soalnya, cuaca di Andara itu panas.

The Manor Cafe menawarkan beragam pilihan menu, mulai dari appetizer, main course, hingga dessert. Harganya cukup menguras kantong, namun untuk beberapa menu, terutama menu Indonesia, porsinya sebanding dengan apa yang dibayarkan. Yang paling saya suka dari menu di The Manor adalah “Indonesian Platter” yang isinya pisang goreng, singkong goreng dan bakwan goreng. Biasanya kalau datang, saya lebih suka sudah makan siang kenyang di luar lalu sibuk ngemil dan ngopi di sini sampai matahari terbenam.


Namun, jika memutuskan untuk makan siang atau makan malam di sana, saya akan memilih Nasi Goreng Kampung. Selain dapat ayam, menu ini juga dilengkapi dengan sate, telur mata sapi dan kerupuk. Sebenarnya, pastanya juga enak sih. Tapi untuk yang terbiasa makan nasi, porsinya termasuk kecil dan pasti tidak kenyang.

Beberapa hal yang perlu disiapkan kalau WFC di sini adalah:
  • Colokan yang lumayan jarang. Tidak semua meja punya colokan, hanya beberapa yang berada di sisi jendela yang menghadap ke taman. Namun, karena The Manor Cafe ini biasanya sepi, saya tidak pernah kesulitan mendapatkan tempat duduk idaman.
  • WCnya jauh. Kalau hujan, kita harus pakai payung untuk ke WC yang letaknya dekat kolam renang.
  • Bisa grounding di taman kalau stress. Tapi, hati-hati dengan nyamuk ya.
  • Parkirannya luas, hanya saja, kalau ada event, kita bisa tidak kebagian parkir.
Ketika menulis postingan ini, saya sudah tiga kali ke The Manor Andara & The Manor Cafe. Ketiganya memiliki pengalaman yang berbeda.

Pertama kali ke sana, saya datang sore hari, bertemu teman dan hanya mencoba kopi serta pastry. Selain meja kami, ada dua sampai tiga meja lain yang terisi. Kedua kalinya saya ke sana, meja saya adalah satu-satunya yang terisi. Kami sering melihat beberapa orang datang untuk melihat venue dan memesan kopi untuk takeaway, tapi tidak ada yang stay dan duduk di meja. Kami datang di siang hari dan stay sampai Cafe-nya tutup.


Kunjungan ketiga adalah yang paling ramai. Soalnya ada event di salah satu bangunan yang ada di sana. Untungnya, karena datang cukup pagi, saya masih kebagian colokan. Tapi, ya jadi tahu kalau ramai itu ternyata jadi distracted karena saya sibuk people watching. Para selebgram yang bikin konten, bolak-balik ganti baju. Lalu, ada EO yang sibuk meeting di meja sebelah, atau sekedar mangkal membereskan report setelah event selesai.

The Manor Andara & The Manor Cafe dapat dicapai dengan kendaraan umum, baik dari arah Andara maupun dari arah Pangkalan Jati. Jika membawa kendaraan pribadi, perhatikan plang “The Manor” dari pinggir jalan. Pintu masuk ke rumah mewah ini ada di samping gerbang besar, yang terlihat dikunci. Jika berhenti di pinggir jalan, siap-siap berjalan kaki sekitar 5-10 menit untuk masuk ke rumah dan mencapai cafe. Iya, rumahnya memang sebesar itu.

Our Date is At:
The Manor Andara & The Manor Cafe
Jl. Ibnu Armah No.8, Pangkalan Jati Baru, Kec. Cinere, Kota Depok, Jawa Barat 16513



Sunday, May 4, 2025

Navigating Mass Rapid Transits in Overwhelming Cities

Navigating public transportation can be a challenge when it comes to a new city. Especially when we’re not regular public transport users. Singapore used to be the training ground, with only two SMRT lines and integrated buses. Now, the neighboring country has six lines with over 140 stations. My personal favorite stop, Dhoby Ghaut has become so overwhelmingly large and confusing. The busiest station back in the day, City Hall, now shared the crowd with many other interchanges.


Since then, me and Dudu have experienced public transport, subways in particular, around the world. From London’s Underground to New York's infamous MTA Transit. Wandering around Seoul’s Metro, going up and down Bangkok’s BTS and getting lost in Paris’ Métropolitain. Not to mention KL’s Rapid Transit, Metro de Madrid and the Prague Metro. Recently, we added Los Angeles MTA to our list. Our goal is to try the well-known Tokyo Metro.

Every Subway has its own complicated map, plus language barrier if we’re traveling in non-English Speaking countries. Some of them we travelled back to a decade ago when Google Maps wasn't as advanced, and metro cards aren't as easy to get. So we do have to rely on maps and one-time tickets.

Collecting our “Transit” stories, these are things we learnt the hard way. Some of them are so basic and we were warned that when we nostalgically recall them, it becomes an inside joke.


Check the nearest exit.

Saturday, May 3, 2025

Microlibrary Warak Kayu Semarang: Where to Hide Between Books in the City Center

I first encountered this library on social media. A small yet comfortable space that invited me to visit. Even better, it’s a library. Semarang has always been my second hometown. I went back every year when I was a kid and continued to do so even after my father passed away during covid. Recently, I’m running out of places to visit in Semarang. So, I was super happy to find Microlibrary Warak Kayu and include the place in my homecoming itinerary.


Our first visit to Microlibrary Warak Kayu Semarang wasn’t as eventful. The library was unexpectedly closed on the days we’re in Semarang. I was disappointed because it was high on my list, aside from the Dharma Boutique Coffee Roaster near the hotel where I’m staying, and I’m purposefully staying over the weekdays too.

Microlibrary Warak Kayu Semarang nestled near the city center, next to a busy street. It’s a small, oddly shaped wooden structure on the parking lot near Taman Kasmaran, in between kiosks that sell flowers and Dr. Kariadi Hospital.

My first impression upon arriving at the structure is, “why is this so small?” Dudu had the same thought. It was much smaller than we expected. Yes, it’s called a micro library, but still, I expected the building to be bigger. The door was locked, but there was no notice on the outside. So, I checked their social media just to find out they are closed for the day. Too bad.

Sunday, April 27, 2025

Museum Sejarah Jakarta itu Isinya Apa Sih?

Ini adalah pertanyaan saya ketika berada di kota tua, berdiri melihat gedung dengan arsitektur Belanda yang megah di tengahnya.

“Janjian di depan Museum Fatahillah ya,” kata seorang teman kala itu. Lalu, saya kembali memandangi gedung, di depannya ada dua buah meriam yang beralih fungsi jadi tunggangan anak-anak di sekitarnya. Saya jadi was-was. “Museum Fatahillah itu Museum Sejarah Jakarta kan?”


Jawabannya iya, soalnya ini adalah Taman Fatahillah. “Ya pokoknya yang ada meriamnya itu.”

Perjalanan ke Kota Tua kali ini adalah janjian bersama teman-teman-nya Panda. Iya, Panda boneka saya yang kadang suka muncul di blog juga. Dia punya IG dan Tiktok sendiri yang isinya traveling. Follow ya di @pandatravelstory. Haha. Nah, karena ketemuan inilah, dan sudah tau kalau parkir di sana susah plus banyak premannya, maka saya dan Panda pergi ke Kota Tua naik kendaraan umum. Apa aja pilihannya?

  • Naik KRL menuju Stasiun Jakarta Kota. Lalu, jalan menyeberang dari pintu keluar yang menghadap ke Kota Tua, sekitar 5-10 menit tergantung keramaian yang ada. Yes, kalau lagi ramai, jalur pejalan kaki juga bisa “macet”.
  • Naik Busway turun di Halte Kali Besar atau Halte Museum Sejarah Jakarta. Lalu, jalan ke Kota Tua. Kalau turun di Halte Kali Besar bisa sekalian foto-foto di toko Merah yang ada di seberang jalan.

Buat yang bingung, pintu masuk museum bukan yang menghadap ke square, alias lapangan terbuka di Kota Tua, tetapi ada di sampingnya. Pintu masuk Museum ini menghadap ke beberapa cafe yang ada di Kota Tua. Tiketnya Rp. 15000 untuk orang dewasa. Bisa dibayar dengan tunai atau non-tunai. Agak kaget juga sih ternyata lumayan murah.

Anyway, setelah masuk dan berkeliling museum, saya menemukan bahwa meriam yang selalu jadi daya tarik utama Museum Fatahillah itu justru hampir terlewatkan. Kok bisa? Soalnya ternyata ada banyak cerita di dalam museumnya. Museum Sejarah Jakarta menyimpan lebih dari 23.000 koleksi benda bersejarah yang berkaitan erat dengan perkembangan kota Jakarta, mulai dari masa kerajaan hingga era kemerdekaan dan kekinian.



Setelah membeli tiket masuk, di ruangan pertama ada lukisan dan sketsa di tembok-temboknya. Biasanya ini jadi ajang tempat foto-foto bagi pengunjung. Setelah itu, kita akan bertemu ondel-ondel dan taman yang besar. Di ujung taman, dekat mushola dan pintu keluar inilah, ada dua meriam yang menjadi ciri khas museum. Namun, sebelum ke sana, kita bisa berbelok masuk ke gedung museum.

Ada dua bagian dari museum ini, yang pertama adalah ruang bawah tanah, alias penjara, dan kamar tahanan Pangeran Diponegoro. Ruang tahanan bawah tanah yang dingin dan pengap ini sempit, jadi jika museum sedang ramai, harus mengantri masuk bergantian. Kamar Tahanan Pangeran Diponegoro terletak di gedung yang sama, di bagian atas. Satu hal yang harus diperhatikan ketika berada di Museum Sejarah Jakarta adalah tangga kayu yang minim pegangan dan satu tangga yang dipakai bergantian naik turun. Maklum, gedungnya kan bekas Balai Kota Batavia.

Ruang Tahanan Pangeran Diponegoro ini menghadirkan cerita dengan animasi dan gambar, yang kontras dengan suasana kuno dari interior kamar tersebut. Animasi ditayangkan di layar yang menutupi dipan bercerita tentang kisah penangkapan Pangeran Diponegoro. Animasi-animasi dan bagian interaktif yang ada di Museum Sejarah Jakarta ini patut diapresiasi karena membuat kisah sejarah jadi lebih menarik bagi generasi sekarang.

Di gedung sebelahnya, sejarah Jakarta baru benar-benar dimulai. Diawali dengan Artefak Prasejarah dan Masa Tarumanegara seperti replika prasasti dari Kerajaan Tarumanegara yaitu Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Kebon Kopi, jejak kaki Purnawarman yang ada di batu, dan fragmen keramik dari berbagai periode yang ditemukan di sekitar Jakarta pada masa lampau.

Fokus utama koleksi museum ini ada di lantai dua, yaitu Masa Kolonial Belanda (Batavia). Hati-hati naik tangganya ya. Di lantai dua ada koleksi Perabotan Antik seperti meja, kursi, lemari, dan tempat tidur bergaya Eropa dari abad ke-17 hingga ke-19 yang pernah digunakan di gedung-gedung pemerintahan dan rumah-rumah mewah di Batavia. Ada koleksi uang kuno yang dipajang di bagian depan.

Di sini juga ada balkon yang memberikan pemandangan Kota Tua secara keseluruhan.

Kembali lagi ke bawah, kita melanjutkan cerita tentang Batavia. Hati-hati turun tangganya, ya. Di lantai satu ini, kita perlahan-lahan kembali ke masa Jakarta sekarang. Ada permainan interaktif menyusun sebuah rumah daerah dengan layar touchscreen yang warna dan bentuknya bisa kita ganti-ganti sendiri.

Sebagai warga Jakarta, berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta ini memberikan cerita sendiri untuk saya. Apa yang ada di museum ini sebagian sudah saya pelajari di sekolah, tapi melihat sendiri, membaca keterangan, dan mendengar ceritanya memberikan perspektif yang berbeda tentang Jakarta.

Beberapa hal yang patut diperhatikan kalau hendak berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta.
  • Kalau bisa datang pagi-pagi saat masih sepi sehingga bisa menikmati koleksi dengan lebih leluasa. 
  • Kalau membawa anak kecil atau orang tua harap berhati-hati dengan tangga dan beberapa undakan yang ada. 
  • Luangkan waktu lihat satu-satu koleksinya tanpa terburu-buru.

Yuk ke museum.

Our Date is At:
Museum Sejarah Jakarta / Museum Fatahillah

Taman Fatahillah No.1, Pinangsia, Kec. Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11110


Friday, April 25, 2025

Dari Masa Ke Masa, di National Videogame Museum

Sebagai (yang katanya) gamer, saya dan Dudu senang ketika menemukan ada National Videogame Museum. Ketika kita berkunjung ke daerah Dallas-Fort Worth area di Texas, kita menyempatkan diri berbelok ke Frisco untuk mampir.




Frisco adalah suburb kota Dallas, letaknya sekitar 30 miles arah utara. Cara paling mudah ke tempat ini adalah dengan menyetir mobil. National Videogame Museum ada di satu komplek yang sama dengan Sci-Tech Discovery Center yaitu museum untuk anak-anak dan Frisco Public Library. Parkirannya luas, tapi sering ada kunjungan anak sekolah. Meskipun termasuk “in the middle of nowhere” untuk saya, National Videogame Museum selalu ramai karena anak-anak ini.

Why a video game museum? Soalnya museum ini menawarkan sejarah video games, mulai dari pajangan konsol dan arcade jadul, hingga sebuah perjalanan interaktif yang akan membawa para pengunjung bernostalgia, sekaligus menambah wawasan tentang evolusi dunia game. Jangan langsung antipati dulu ya haha. Bukan gamer pun bisa kok mendapatkan manfaat dan kesenangan di sini. Buat saya dan Dudu, tempat ini jadi ajang berkenalan dengan dunia game di jaman masing-masing. Ibarat anak Gen Z ketemu disket dan kaset.

Museum ini terlihat sederhana dari luar. Namun, kami berdua betah stay berjam-jam karena ada banyak games yang bisa dimainkan secara gratis. Konon, museum ini adalah satu-satunya museum di Amerika Serikat yang didedikasikan untuk sejarah industri video game dan memiliki koleksi yang sangat besar.

Sunday, April 20, 2025

Cerita di Balik Oleh-Oleh yang Sering Dibeli

“Eh, lo mau pergi? Oleh-olehnya dong!”

Bagi banyak orang Indonesia, tradisi meminta oleh-oleh atau buah tangan setelah seseorang bepergian sudah sangat mengakar. Permintaan ini seringkali diungkapkan dengan nada bercanda namun tetap mengandung harapan untuk dibawakan sesuatu. Hal ini adalah hal paling disebelin oleh yang mau jalan-jalan karena jadi beban, tapi pas di lokasi akhirnya kepikiran.

Masalahnya, kebiasaan ini tidak hanya terbatas pada keluarga dekat atau teman akrab, tetapi juga bisa meluas ke rekan kerja atau bahkan kenalan yang tidak terlalu dekat. Rencananya cuma mau kasih oleh-oleh ke teman satu tim, terus kepikiran kayaknya bos juga harus dikasi. Lalu gimana dengan orang finance yang sering bantu kita bikin invoice last minute? Atau mas OB yang baik hati selalu membelikan makan siang kita? List yang tadinya pendek, tiba-tiba mengular dan entah sejak kapan koper kita penuh oleh-oleh.

Saya lebih suka pergi diam-diam. Ekspektasi membawa pulang sesuatu membuat saya jadi merasa terbebani saat berwisata. Tapi, ketika teman yang pernah mendapatkan oleh-oleh dari kita lalu membelikan barang sebagai timbal balik, rasanya senang. Atau ketika barang yang kita bawakan dari tempat wisata itu benar-benar disimpan dengan baik, rasanya jadi ikhlas.

Budget kita terbatas, beli apa buat oleh-oleh dong?

Benda-benda unik penuh makna untuk orang spesial.


Beberapa daerah memiliki toko atau butik yang fokus menjual produk-produk unggulan atau kerajinan khas daerah tersebut dengan kualitas yang baik. Maka dari itu, kalau sedang mengunjungi sebuah kota, apalagi kota kecil, saya akan berusaha untuk mampir ke downtown dan melihat-lihat ada toko lokal apa di sana. Kalau rajin, kita bisa mencari tahu ada event apa di hari kita berkunjung, ada bazaar lokal apa yang bisa jadi tempat kita membeli oleh-oleh spesial.

Friday, April 18, 2025

Jalan-jalan ke Museum Nasional Indonesia di 2025

Kapan terakhir kali kamu ke Museum Nasional? Jaman sekolah dulu? Waktu kita semua tahunya itu Museum Gajah, atau justru belum pernah sama sekali? Sekarang ini, museum sudah mulai jadi salah satu tujuan wisata murah meriah di Jakarta.

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang paling sering ditanyakan soal kunjungan ke Museum Nasional.

Bagaimana cara ke Museum Nasional?


Buat yang bawa mobil, misalnya saya, ada parkiran basement yang dapat diakses umum. Namun, jumlahnya terbatas. Naik kendaraan umum adalah pilihan terbaik karena Museum Nasional terletak di tengah kota yang banyak aksesnya.


Saya naik busway koridor 1 karena dari arah selatan. Naik jurusan Blok M - Kali Besar (atau yang dulu namanya Blok M - Kota) dan turun di halte Monumen Nasional alias Monas. Halte ini banyak banget pilihan buswaynya. Berbagai koridor berhenti di sana.

Naik MRT juga bisa, tapi berhenti di Halte Bundaran HI lalu lanjut busway juga. Sama aja jadinya. Naik KRL? Bisa berhenti stasiun Juanda lalu lanjut ojek atau ya Busway lagi. Ada banyak cara menuju tempat ini.

(Tonton video perjalanan ke Museum Nasional di akun Tiktok @PandaTravelStory)


Bagaimana cara beli tiketnya?

Sunday, April 13, 2025

5 Cafe yang Ditemukan Fitur Nearby Google Maps

Apa itu Google Nearby? Nearby adalah sebuah fitur yang ada di Google Maps, memungkinkan kita untuk menemukan tempat-tempat di sekitar tempat berada sekarang. Misalnya, restoran, kafe, toko, dan tempat wisata. Fitur ini dapat diakses melalui aplikasi Google Maps di ponsel, atau melalui situs web Google Maps di komputer. Untuk menggunakan Nearby, saya biasanya membuka aplikasi atau situs web Google Maps lalu menekan tombol untuk me-refresh lokasi tempat saya berada. Pastikan Google Maps bisa mengakses lokasi kita.





Nearby biasanya ada di dekat pilihan Direction, Save, Share dan sejenisnya. Lokasinya pas di bawah nama tempat kita berada, atau lokasi yang dipilih. Buat saya, Nearby adalah fitur yang sangat berguna jika ingin menemukan tempat-tempat baru di sekitar saya, atau mungkin di tempat yang saya tuju. Fitur ini bisa digunakan untuk merencanakan perjalanan atau ketika mencari ide tempat nongkrong. Misalnya, kalau sedang menunggu lalu bingung mau ke mana, atau sedang ingin makan tapi belum ada ide mau makan di mana.

Bagaimana cara pakainya?

  • Tentukan titik awal. Biasanya stasiun MRT, hotel tempat tinggal, dan lain sebagainya.
  • Klik fitur nearby, lalu muncul pilihan tempat apa yang ingin dicari. Kalau pilihan kita tidak ada, misal ingin cari cafe, ya diketik saja di search bar.
  • Setelah muncul pilihannya, bisa eksplor satu per satu untuk melihat detail tempatnya.
Saya sering mengandalkan Nearby. Terlalu sering bahkan. Namun, tempat-tempat yang ditemukan ternyata tidak mengecewakan.

The Post - Cipete

Titik awal: Stasiun MRT Cipete Raya
Misi: Mencari coffee shop dengan parkir mobil yang mumpuni, bisa untuk buka laptop, tapi bukan cafe populer.

Di Cipete, yang namanya coffee shop ini menjamur. Sepanjang jalan isinya tempat nongkrong dan tempat makan yang selalu penuh. Jadi, mencari cafe untuk duduk dan buka laptop ini lumayan sulit. Apalagi yang punya parkiran mobil. Nearby membawa saya ke The Post, yang lokasinya ada di seberang Lycee Francais. Jaman dahulu jalan ini kecil, dan bukan jalan umum. Ternyata sekarang sudah ramai dan ada cafe-nya.

Yang membuat saya terkesan dengan The Post adalah kopinya. Mereka punya manual brew dengan barista yang sangat helpful. Jadi, kita bisa langsung ke bar dan ngobrol dengan baristanya sebelum memesan. Cafe ini cukup luas dan estetik, bikin betah lama-lama di sini.

Friday, April 11, 2025

Bangkok Beyond Shopping

Itinerary ini berawal dari obrolan dengan emak-emak lain soal apa yang harus dilakukan kalau ke Bangkok bersama anak cowok. Yang biasanya terjadi di keluarga teman-teman saya adalah: Mama dan anak cewek shopping, Papa dan anak cowok di hotel atau berenang atau di cafe. Nah, kalau perginya Mama berdua anak cowok doang, mau ngapain ya?

Saya diskusi sama Dudu, soal apa yang dia mau lakukan di Bangkok. Dudu selalu pengen cruise, dan Chao Phraya ada river cruise yang lumayan terjangkau. Dudu juga senang ikut cooking class, bisa dong kita cari di Bangkok. Lupakan sejenak pusat perbelanjaan yang ramai dan pasar malam yang semarak, kita punya rencana lain di ibu kota negara gajah putih ini.

Ini adalah perjalanan kami sebelum pandemic Covid

Saturday, March 22, 2025

Mudik Jakarta - Semarang Berdua Anak Remaja

Ketika Dudu masih balita, saya sering traveling berdua. Makanya blog ini ada. Sekarang, Dudu sudah remaja, tapi ya masih dong kita jalan-jalan berdua meskipun waktunya lebih sulit karena kita sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tapi kita kangen jalan-jalan berdua saja.

Mendahului yang mudik Lebaran, tahun lalu, saya dan Dudu pulang kampung duluan di minggu kedua puasa.


Part 1: JORR - MBZ - Cikampek (Rp. 18,500 + Rp. 27,000 = Rp. 45,500)

Kami berangkat pukul 5:30 subuh dari rumah. Masuk toll JORR di gerbang tol Fatmawati, lalu lanjut sambung masuk ke Sheikh Mohamed Bin Zayed Elevated Toll Road (MBZ) sekitar pukul 6:30. Sebelum memutuskan apakah akan naik ke MBZ, kami memeriksa Google Maps. Soalnya di elevated toll road sepanjang 36.4 km itu tidak ada rest area maupun akses turun ke jalan tol Jakarta - Cikampek. Begitu tidak melihat warna merah di sepanjang, kami memilih naik MBZ. Tantangan pertama adalah hujan badai sepanjang tol Jakarta - Cikampek, yang membuat menyetir dengan kecepatan lumayan tinggi di jalan layang jadi lebih menantang.

Pemandangan Tol Cikampek Palimanan

Part 2: Cikampek - Palimanan (Rp. 119,000) dan Palimanan - Kanci (Rp. 13,500)

Ketika tiba di Cikampek, cuaca malah cerah. Perjalanan jadi lebih menyenangkan dengan jalan tol yang lumayan lenggang, kecuali beberapa bagian yang sedang diperbaiki. Matahari yang terbit akhirnya terlihat setelah tertutup hujan badai di bagian jalan tol sebelumnya. Sekitar pukul 8:30 pagi, kami sampai di Kanci. Kami berhenti di Rest Area 207, untuk meluruskan kaki, refill kopi di Starbucks dan menentukan langkah selanjutnya.

Estimasi biaya tol Jakarta-Semarang adalah sekitar Rp. 432,500 dan kenaikan harga tol ini baru saja berlaku. Jadi saya merasa rugi kalau menjalani tol yang hanya lurus saja tanpa pemandangan apa-apa dan membayar biaya lumayan mahal. Padahal kami tidak buru-buru. Setelah berhitung dan berdiskusi, saya dan Dudu akhirnya sepakat, untuk lewat jalan Pantura biasa agar bisa melintas perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan lebih berkesan. Kami juga berencana untuk berhenti di Tegal untuk brunch dan membeli makan siang.

Restoran Ibu Djoe dan Tante Hoa: Restoran Rumahan dan Kopi Kecap di Tegal

Perjalanan menyusuri Pantura kali ini sudah saya rencanakan berbekal bantuan dari Google Maps. Terutama soal makan siang dan perhentian di tengah jalan. Bukan cuma soal rasa, tapi juga suasana dan harga yang bersahabat. Yang selalu bikin deg-degan saat merencanakan sebuah perhentian adalah, “semoga pilihan saya kali ini tidak mengecewakan.” Why? Soalnya kalau berhenti itu I only have one shot. Kalau salah pilih ya tidak bisa pindah.


Begitu juga ketika membuka Google Maps di kota Tegal.

Mengapa harus Tegal? Soalnya, untuk berhenti, pilih lokasi yang berada di tengah perjalanan atau saat merasa sudah cukup lelah mengemudi. Perjalanan panjang dari Jakarta menuju Semarang, atau sebaliknya, membutuhkan jeda yang tepat. Saya mempertimbangkan jarak tempuh dan perkiraan waktu tiba di lokasi makan siang. Tegal itu letaknya strategis, persis di tengah-tengah perjalanan, bisa jadi pilihan utama untuk berhenti dan mengisi perut yang keroncongan. Kotanya juga besar, dan ada beberapa pilihan kulineran yang bisa didatangi.

Restoran Ibu Djoe dan Tante Hoa adalah satu restoran yang saya sudah mampir dua kali. Yang pertama, saya dan Dudu datang di jam tanggung. Breakfast sudah selesai, tapi lunch belum mulai. Untung Mbaknya baik dan mengijinkan kami memesan menu sarapan yang masih tersedia. Makanannya enak dan harganya tidak mahal. Jadi, di kesempatan berikutnya, kami kembali lagi untuk mencicipi makan siangnya.

Restoran ini tidak sulit ditemukan karena ada di pinggir jalan besar. Kalau lewat kota Tegal, pas di perempatan Mall dan McD, kita belok kanan. Nanti restorannya ada di sebelah kiri setelah Rumah Sakit. Di depan restoran ada lukisan besar dua perempuan yang melambangkan Ibu Djoe dan Tante Hoa. Bangunannya rumah dan parkirannya besar. Masuk ke dalam restoran, ada cerita tentang Ibu Djoe dan Tante Hoa yang digambarkan dalam bentuk komik.


Friday, March 14, 2025

Daftar Tempat Wisata Gratis di Singapura 2025

Semua mahal di Singapore. Iya memang. Bagaimana mau jalan-jalan hemat, kalau semuanya di luar budget? Jangan sedih, ada kok tempat-tempat yang bisa dikunjungi secara gratis di Singapura, bersama anak dan keluarga tentunya.


Bermain di Taman & Reservoir


Believe it or not, meski terlihat seperti kota besar yang modern dengan segala gedung tingginya, Singapura punya banyak taman. Taman-taman ini biasanya dapat diakses secara gratis, dan populer sebagai tempat tujuan liburan keluarga. Bukan cuma sekedar area hijau dengan rumput, yang namanya taman ini biasanya punya children’s playground yang gratis juga, atau tempat untuk olahraga dan bersepeda.

East Coast Park punya Coastal PlayGrove yang isinya lengkap, mulai dari yang bisa dipanjat, perosotan, kotak pasir, dan area water playground. Meskipun lokasinya tidak di tengah kota, tapi Coastal PlayGrove dekat dengan MRT Tanjung Katong. By the way, East Coast Park ini luas banget, memanjang sampai Changi Airport, dan banyak penduduk lokal yang ke sini untuk bersepeda atau ke pantai.

Yang ini bukan taman, tapi lokasinya sama menyenangkannya. Lower Seletar Reservoir Park punya water play area yang gratis untuk anak-anak. Meskipun Seletar terkenalnya sebagai airport, yang sering saya bandingkan dengan Halim Perdanakusuma, di sini banyak ruang terbuka dan cafe yang ramah anak. Yang sedikit menyulitkan adalah Seletar tidak punya MRT yang dekat. Stasiun MRT Khatib letaknya sekitar 15-20 menit jalan kaki dari Lower Seletar Reservoir Park Water Play Area, yang jelas lumayan kalau Singapore sedang terik. Bus adalah transportasi terbaik untuk sampai di sini.

Marina Barrage adalah salah satu tujuan gratisan terbaru yang populer, dan terletak di tengah kota. Lokasinya tinggal menyeberang dari MRT Gardens by the Bay. Di sini ada Marina Barrage Water Playground. Namun, yang sering jadi lokasi berkunjung saya dan Dudu dahulu adalah Far East Organization Children’s Garden, yang terletak di sebelahnya. Gardens By The Bay juga sebenarnya adalah tujuan wisata yang bisa dinikmati secara gratis walaupun hanya bagian tertentu saja.

Far East Organization Children’s Garden
Jacob Ballas Children’s Garden Maze

Pemenang dari semua taman-taman ini tentu saja Jacob Ballas Children’s Garden yang hanya mengizinkan orang dewasa masuk jika membawa anak berusia di bawah 12 tahun. Jadi setelah Dudu remaja, saya belum pernah ke sini lagi. Area taman ini luas, dan aman untuk anak-anak eksplorasi. Mulai dari jembatan gantung, gua, hingga hutan dan maze. Jaman saya sering ke sini taksi dan nebeng saudara jadi andalan. Sekarang Singapore Botanic Gardens sudah punya MRT sendiri, jadi yang ingin ke taman ini bisa turun di Botanic Gardens Station dan berjalan kaki ke Jacob Ballas Children’s Garden.

Thursday, March 13, 2025

Menyusun Budget untuk #DatewithDudu

Alasan terbesar saya tidak pergi travelling adalah karena tidak ada uang. Konon, traveling makan biaya besar. Apalagi kalau sama anak. Biayanya jadi dobel. Lalu, apa yang harus dilakukan?

Ketika saya melakukan budgeting, biaya yang dikeluarkan dibagi menjadi 3, yaitu prioritas, pengeluaran fleksibel dan hal mewah. Membagi budgeting ke dalam 3 kategori ini akan memudahkan saya untuk menghitung pengeluaran yang akan terjadi. Saya juga dapat menentukan fokus biaya yang akan dikeluarkan.

Waktu merencanakan perjalanan ke Korea, saya nabung pake celengan. Beneran tiap saya dan Dudu nggak nge-date, duitnya masuk celengan. Setelah setahun lebih, ternyata cukup juga buat biaya hidup di sana. Perjalanan ke Korea ini termasuk yang paling epic karena beli tiketnya setahun di muka. Beli di Garuda Travel Fair Januari, buat perjalanan Januari tahun depannya.

Priority

Prioritas berarti hal-hal yang harus kudu wajib dibeli atau dibayar. Misalnya makanan, hotel, dan transportasi. Yang pertama saya beli ketika hendak liburan adalah tiket pesawat atau tiket kereta. Setelah itu baru booking hotel. Kecuali kalau road trip, ya saya langsung booking hotel.

Sunday, March 9, 2025

Cerita Satu Hari di Yishun

Yishun, sebuah neighborhood di bagian utara Singapura, adalah tempat yang cukup sering saya lewati. Area ini sebenarnya didominasi oleh perumahan penduduk, dan bukan tempat orang berwisata, tetapi Yishun memiliki tempat-tempat dengan ketenangan alam karena ada banyak taman hijau di sana. Yishun juga memiliki beragam fasilitas modern, termasuk pusat perbelanjaan, restoran, dan tempat hiburan, yang memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan pengunjung.

Nama "Yishun" sendiri diambil dari Lim Nee Soon, seorang pengusaha terkemuka yang dikenal sebagai "Raja Karet dan Nanas" pada masa kolonial Singapura. Banyak perkebunannya terletak di tempat yang sekarang dikenal sebagai Yishun dan Sembawang. Jangan heran kalau di daerah ini banyak nama Nee Soon yang ditemukan pada taman, perumahan atau fasilitas umum.

Foto ini diambil ketika mall sudah tutup, dari Yishun MRT Station

Untuk sampai ke Yishun, ada beberapa cara yang bisa diambil. Pertama adalah naik MRT. Meskipun tidak sesibuk Bishan atau City Hall, stasiun MRT Yishun termasuk ramai, dan ada banyak bus yang berhenti di sana. Salah satunya adalah bus nomor 858, yang punya sejuta cerita kalau saya ke Singapura. Selain rutenya yang panjang, bis ini adalah langganan saya untuk ke kota dari Changi Airport. Yang suka bikin kesal adalah bus ini suka tidak sesuai waktu prediksi di app dan Google Maps. Suka muncul tiba-tiba tanpa terdeteksi, datang lebih cepat atau malah tidak muncul-muncul ketika ditunggu.

Kalau naik bus nomor 858, yang memiliki rute Woodlands - Changi Airport, ada satu area di Yishun yang bisa didatangi.


Slow Bakes


Cafe ini mungkin adalah salah satu cafe yang bisa disebut sebagai hidden gem, dikenal dengan roti yang dipanggang sendiri yang lezat dan suasana yang nyaman. Tempat ini sempurna untuk bersantai dan menikmati secangkir kopi O kosong atau minuman khas Singapura lainnya.

Tuesday, March 4, 2025

Bertualang Bersama Raden Saleh di National Gallery Singapore

Dirancang dengan mempertimbangkan interest anak-anak, Keppel Centre for Art Education hadir sebagai ruang yang dinamis, didedikasikan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap seni pada generasi selanjutnya.

Saya dan Dudu pernah ke sini pada tahun 2017 yang lalu. Ketika itu, yang menjadi atraksi utamanya adalah exhibition Yayoi Kusama: Life is the Heart of the Rainbow. Exhibition yang merupakan kerjasama dengan Queensland Art Gallery | Gallery of Modern Art, Brisbane, Australia ada di Level 3, Singtel Special Exhibition Gallery, City Hall Wing, National Gallery Singapore. Exhibition ini terbuka untuk semua umur, jadi saya bisa bawa Dudu yang waktu itu masih SD ke sana.


Setelah itu, saya tidak pernah mampir lagi ke National Gallery Singapore, hingga kemarin, ketika mengantar keponakan yang masih balita untuk bermain di sana. National Gallery Singapore memang jarang jadi tujuan utama saya kalau ke Singapura. Jadi, surprise dong ketika melihat Keppel Centre for Art Education yang sangat edukatif, menarik dan gratis. Dari hands-on workshops hingga instalasi yang interaktif, Keppel Centre for Art Education adalah tempat di mana pikiran dapat berkembang sejak dini untuk apresiasi mendalam terhadap dunia seni.

A Brush With Forest Fire adalah salah satu aktivitas permanen di Keppel Centre for Art Education yang mengenalkan lukisan Boschbrand karya Raden Saleh. Lukisan dari tahun 1849 ini merupakan salah satu koleksi milik National Gallery Singapore. Raden Saleh sendiri adalah pelukis terkenal dari Indonesia, yang sering disebut sebagai Bapak Seni Lukis Modern Indonesia. Raden Saleh lahir di Semarang, dan kemudian melanjutkan edukasi melukisnya di Eropa. Forest Fire adalah salah satu lukisannya yang paling terkenal, merupakan hadiah dari Raden Saleh kepada King Willem III dari Belanda.

Di activity center ini, kita membedah lukisan bersama Raden Saleh. Raden Saleh muncul di depan, di mana kita mengambil kuas ajaib untuk berpetualang masuk lukisan, Dua lukisan Raden Saleh, yang akan “hidup” jika diwarnai, menyambut para art enthusiast cilik yang hadir dan menjelaskan bagaimana cara eksplorasi di sana. 
Petualangan seru dimulai dengan tiga checkpoint yang harus dilalui. Setiap anak akan dibekali 'kuas ajaib', sebuah alat yang akan menemani mereka menjelajahi dunia seni yang menakjubkan. Saya, tentu saja ikut mengambil kuas tersebut haha. Tidak mau ketinggalan petualangan dong.


Di checkpoint pertama, petualangan dimulai, dan setelahnya, anak-anak akan disambut oleh binatang-binatang yang seolah-olah hidup dari lukisan. Dengan 'kuas ajaib', mereka dapat melakukan tracing untuk menghidupkan garis-garis gambar, atau bahkan menyalakan lampu yang menerangi siluet binatang-binatang tersebut. Lebih dari sekadar bermain, di sini anak-anak diajak untuk belajar tentang warna-warna dasar (primary colors) dan warna campuran (secondary colors) dengan cara yang interaktif dan menyenangkan.

Sunday, March 2, 2025

Jangan Sampai Bosan: Ide Bermain Bersama Anak di Perjalanan

Perjalanan jauh bersama anak seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Bukan hanya karena durasi perjalanan yang panjang, tetapi juga bagaimana menjaga anak agar tidak bosan. Attention span anak-anak yang kadang pendek bisa membuat suasana perjalanan menjadi kurang menyenangkan. Bayangkan anak ngambek ketika kita sedang naik bus umum. Oleh karena itu, penting bagi kita, sebagai orang tua siaga, untuk mempersiapkan berbagai ide permainan yang bisa dilakukan bersama anak selama perjalanan.


Kesempatan menghabiskan waktu bersama anak di perjalanan ini berharga karena di tengah kesibukan sehari-hari, waktu berkualitas bersama anak seringkali terbatas. Perjalanan jauh memberikan waktu yang cukup untuk bermain, bercerita, dan tertawa bersama. Dengan sedikit kreativitas, perjalanan yang membosankan bisa berubah menjadi petualangan yang seru dan tak terlupakan bagi anak-anak. Mari kita manfaatkan waktu perjalanan ini untuk menciptakan momen-momen indah bersama buah hati tercinta.

Ada contohnya?

Well, cerita-cerita berikut ini adalah berdasarkan pengalaman pribadi. Setiap anak memiliki kesenangan berbeda and ketertarikan yang beragam juga. Intinya, untuk menciptakan sebuah perjalanan yang penuh petualangan, sesuaikan dengan kesukaan masing-masing anak.

Wednesday, February 26, 2025

Mau Traveling Bareng Anak, Mulai Dari Mana?

“Gue mau dong kayak lo gitu, bisa jalan bareng anak.”
Kalimat ini sering saya dengar kalau saya pulang jalan-jalan sama Dudu. Kayaknya seru. Adventurous. Namun, biasanya tinggal niat semata dari yang mengungkapkan keinginannya. Soalnya, (ini kata mereka lho), “ternyata ribet ya traveling sama anak.”

Ya, memang nggak se-simple solo traveling, tapi juga bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Hanya saja kita butuh persiapan ekstra.

Lumphini Park, Bangkok (2018)

Creating a Good Journey


Yang memutuskan apakah sebuah perjalanan adalah good journey adalah kita sendiri. Dalam hal ini, saya dan Dudu. Jadi, traveling bersama anak itu dimulai dari alasan dan tujuannya. Buat apa? Tanyakan pada diri sendiri, kenapa mau jalan-jalan. Semua alasan valid lho. Baik yang hanya mau buat content, FOMO sama postingan teman, atau yang mau creating memories sama anak, dan cari alasan buat ke theme park. Tapi, keberadaan alasan ini penting, karena akan menentukan seperti apa perjalanan kita bersama anak.

Sunday, February 23, 2025

Roemah 36A Kopi dan Tanaman: Hidden Gem Jaksel

Bayangkan sebuah kafe yang menyatu dengan rumah dan taman. Itulah yang saya temukan di Roemah 36A Kopi dan Tanaman. Cerita ini bermula dari pertanyaan sederhana: “Mau WFC di mana?” Awalnya, saya penasaran, apa sih yang spesial dari tempat ini?


“Tau dari mana ada tempat ini?”
Saya, si tim nearby belum menemukan cafe rumahan ini karena tidak pernah buka maps di sekitaran RS. Fatmawati. Padahal hampir setiap hari lewat sana.
“Jadi, gue kalo naik ojek pulang suka lewat sini. Terus liat, apa tuh kayaknya lucu.”
Pantesan jalanannya bukan yang umum dilewati mobil.

Gimana ini maksudnya kopi dan tanaman?


Bio Instagram-nya yang mencantumkan “A coffee shop that can be your second home,” sepertinya serius. Soalnya, datang ke Roemah 36A Kopi dan Tanaman seperti mampir ke rumah teman. Ada kopi, dan ada puluhan pot tanaman di taman belakang. Dari pintu masuk, kita dihadapkan dengan meja kasir, etalase pastry and bungkus kopi yang ditempel di dinding. Ada papan pengumuman yang banyak post-it-nya. Pesan dulu.

Pesan apa?


Yang jelas Kopi. Americano ice di hari yang panas. Lalu Pempek. Jujur, pertama skeptis melihat apakah pempek yang disajikan di Roemah 36A Kopi dan Tanaman ini bisa enak. Soalnya, kalau bicara pempek saya ini lumayan pemilih. Tapi ternyata Pempek datang melebihi ekspektasi. Pempek Kapal Selam gendut, dengan cuka yang sesuai harapan, yaitu yang tidak terlalu manis. Jadi, begitu saya datang lagi ke sini, saya pesan Pempek lagi.

Namun, saya salah. Yang paling menyegarkan di sini bukan Ice Americano, tapi Soda Lemon Espresso. Minuman dingin yang satu ini wajib dicoba.


Ada makan berat juga, yang meski terlihat sederhana di menunya, rasanya enak. Ada Mie Goreng, Mie Godog, Nasi Goreng, Magelangan,Tongseng, hingga rice bowl Dori Sambal Matah. Di sudut belakang Roemah 36A Kopi dan Tanaman, di antara jajaran tanaman hijau, mata saya tertuju pada sebuah gerobak. Kalau scrolling Instagramnya, sebelum cafe renovasi, gerobak ini ada di depan. Ternyata, gerobak itu adalah dapur tempat semua hidangan dimasak. Persis seperti menikmati nasi goreng dari abang-abang gerobak langganan. Saat nasi gorengnya tiba di meja, rasanya pun tak jauh berbeda, otentik dan menggugah selera. Disajikan dengan porsi lumayan besar, bersama kerupuk, saya cuma sanggup menghabiskan setengahnya.

Oh iya, selain Pempek, Roemah 36A Kopi dan Tanaman juga punya sederetan makanan ringan termasuk risoles dan batagor. Mungkin next time bisa dicoba.

Friday, February 21, 2025

Downtown Disney District: Dunia Baru yang Membuat Lupa Waktu

Ke Disneyland, tapi nggak masuk ke theme park-nya. Emang nggak bosan?

Ada yang namanya Downtown Disney District. Downtown atau yang harafiahnya diterjemahkan sebagai pusat kota, adalah bagian tengah kota, yang sering dikaitkan dengan bisnis, perdagangan, dan hiburan. Biasanya merupakan area yang paling padat penduduknya dan pusat transportasi umum.


Sama seperti konsep ‘Downtown’ pada umumnya, di Downtown Disney District juga ada banyak toko retail, restaurant dan tempat untuk jalan-jalan. Bisa beli hotdog dan makan di area outdoor. Bisa window shopping dan belanja. Yang membuat Downtown Disney District spesial ya karena ini adalah gerbang masuk ke area Disneyland. Area Disneyland di Anaheim, California ini cukup comprehensive, dan bisa dibilang sebuah kota sendiri. Makanya punya downtown sendiri yang memberikan pengalaman belanja, makan, dan hiburan yang unik. Di hari-hari tertentu, ada live entertainment, penampilan karakter, dan acara khusus di sana.

Jadi, Downtown Disney ini lokasinya di luar Disneyland Park dan Disney California Adventure. Di ujung Downtown Disney District, kita bisa melihat pintu gerbang ke kedua theme park tersebut.



Downtown Disney District ini gratis. Yang bayar hanya parkirnya, yaitu $10 untuk jam pertama. Kalau stay lebih lama, bisa cari additional parking $20 untuk 3 jam jika belanja di toko, atau 5 jam jika makan di restoran. Saya kemarin menghabiskan waktu sekitar 3 jam untuk lihat-lihat, shopping dan jajan.

Here are some of the things that make Downtown Disney District special:

Friday, February 14, 2025

Nonton Konser di Luar Negeri, Apa Serunya?

Nonton konser di luar negeri, sekalian jalan-jalan dong!

Saya beberapa kali menonton konser di luar negeri, meski masih hanya di negara tetangga saja. Semuanya konser K-Pop. Yang pertama tahun 2012, karena pekerjaan yang harus meliput konser Super Junior, Super Show 4, di Singapore Indoor Stadium. Lalu nonton CN Blue pada tahun 2017 di ZEPP@BigBox Singapore. Lalu K-Wave 2 Music Festival di Kuala Lumpur pada 2018. Semuanya Kpop haha. Sisanya, nonton di Indonesia.

 CN Blue pada tahun 2017 di ZEPP@BigBox Singapore

Waktu kuliah di Amerika, juga nonton konser sih, tapi itu kan pas tinggal di sana, jadi nggak dihitung “luar negeri” dong ya haha.

Nonton konser di luar negeri berarti punya persiapan ekstra. 

Selain ekstra uang dan waktu, juga ekstra itinerary. Alias, mau ke mana di sisa waktu yang ada. pertimbangkan hal berikut sebelum pergi.

Harga Tiket Konser. Kalau di Singapura, harga tiket konser bisa lebih mahal, atau sama mahalnya. Sebagai perbandingan, harga tiket paling mahal untuk Super Show 9 Jakarta adalah 2,8 Juta, sementara di Singapura mencapai 3,8 Juta dan Malaysia 3,2 Juta.

Biaya Lain-lain. Bagi yang tinggal di Jakarta seperti saya, nonton konser di kota sendiri berarti hanya keluar biaya bensin, parkir dan sejenisnya. Mungkin taksi atau transportasi umum lainnya kalau parkir tidak memungkinkan. Sementara kalau ke luar negeri berarti ada biaya akomodasi dan transportasi yang bisa jadi seharga tiket konsernya. 


Waktu yang dibutuhkan. Nonton konser di kota sendiri, hanya perlu meluangkan waktu di hari H konser saja. Kalau konser di negara tetangga harus menghitung waktu berangkat dan pulang yang tidak sebentar.

Bahasa. Buat saya yang nontonnya konser Kpop, hal ini penting. Makanya hanya nonton di Singapura dan Malaysia yang translate-nya ke English. Kalau di Thailand, nanti pas ment (alias ngobrol-ngobrol), saya bengong. Kalau nonton boyband kayak Backstreet Boys atau Band macam Green Day sih mana saja jadi asal duitnya ada. Haha.

Itinerary. Mau sekalian ke mana lagi? Soalnya kalau sudah traveling ke negara tetangga dan hanya nonton konser saja, buat saya sih rugi. Paling tidak bisa bawa 1-2 tulisan blog pulang ke Indonesia kan. Periksa tempat wisata atau tempat kuliner di sekitar tempat konser.


K-Wave 2 di Stadium Merdeka, Kuala Lumpur

Sudah begini kok ngotot nonton di luar negeri?

Kalau ditanya begini, saya biasanya cuma tertawa. Lebih mahal, lebih ribet dan lebih banyak waktu terpakai. Namun, saya masih memilih pergi nonton di negara tetangga. Kenapa?