Showing posts with label Jakarta. Show all posts
Showing posts with label Jakarta. Show all posts

Sunday, May 11, 2025

Lokasi Wisata Sepanjang Busway Koridor 1

Saya bukan pengguna transportasi umum, tapi saya (akhirnya) naik busway. Yang paling sering saya tumpangi adalah busway koridor 1. Selain main dating apps di bis, saya juga senang memperhatikan jalan. Setelah sekian lama absen, dua bulan terakhir ini saya jadi sering naik busway. Parkir di Blok M Plaza, lalu lanjut dengan busway jalan-jalan keliling Jakarta. Ada rasa nostalgia karena jaman masih jadi pegawai kantoran dulu, saya bisa tiap hari naik koridor 1.

Ini adalah tempat-tempat yang bisa dikunjungi dengan naik busway koridor 1. Bukan daftar yang lengkap, karena ini hanya halte yang benar-benar pernah saya kunjungi. Tapi, setidaknya bisa memberi gambaran.


Halte: Blok M/ ASEAN/ Kejaksaan Agung
Tempat tujuan: M Bloc dan Taman Literasi Martha Christina Tiahahu

M Bloc Space adalah daerah kekinian yang populer dengan anak muda saat ini. Bertempat di bekas kompleks perumahan pegawai Peruri, lokasi ini adalah perpaduan unik antara ruang terbuka hijau, toko-toko ritel yang menjual produk lokal dan unik, berbagai pilihan kuliner. Biasanya saya ke sini untuk menghadiri event atau acara komunitas. Tempat ini ramai di akhir pekan atau sore hari sepulang kerja.

Di seberangnya, tepat di bawah stasiun MRT Blok M, ada Taman Literasi Martha Christina Tiahahu. Taman ini adalah ruang publik yang mendorong minat baca dan kegiatan literasi bagi berbagai kalangan. Ada banyak event membaca yang diadakan di amfiteater mini taman ini. Namun, buat saya, taman ini adalah lokasi menunggu busway sambungan ke arah Pondok Labu haha.

Halte: Senayan Bank DKI/ Polda Metro Jaya
Tempat tujuan: GBK

Ini dulu halte favorit, alias sering banget disamperin karena saya pernah jadi mbak-mbak SCBD. Jadi kalau pulang kantor selalu naik koridor 1 dari halte Senayan Bank DKI yang kayaknya dulu bukan ini namanya haha. Begitu juga dengan konser-konser dan acara di area GBK yang mengharuskan saya naik transport umum supaya tidak kena macet pada saat bubarannya.


Dari Halte ini kita bisa ke GBK, yang sekarang ada Hutan Kota. Bisa ke fX Sudirman atau ke area SCBD.

Halte: Bundaran HI Astra
Tempat tujuan: Bundaran HI, Grand Indonesia, Plaza Indonesi
a

Selain tentunya kita bisa ke Bundaran HI, halte ini sering jadi tempat wisata karena adanya sky deck dengan pemandangan Sudirman dan Patung Selamat Datang. Kalau di Google Maps namanya Bundaran HI Viewing Platform. Halte ini juga yang terdekat dari pusat perbelanjaan Plaza Indonesia. Bisa jalan kaki juga ke Grand Indonesia, walaupun kalau ke mall yang ini, atau ke underpass jalan Kendal, saya lebih suka turun di Tosari.

Dibandingkan halte Bundaran HI, saya lebih sering berhenti di Halte Sarinah atau yang sekarang namanya MH Thamrin. Jarak kedua halte ini tidak terlalu jauh, sekitar 750 meter dan kurang lebih 10-15 menit jalan kaki di trotoar nyaman. Di halte MH Thamrin ada pusat perbelanjaan Sarinah dan Jalan Sabang yang terkenal dengan kulinernya.

Halte: Monumen Nasional
Tempat tujuan: Monas, Museum Nasional


Dari Halte Monas, Museum Nasional hanya beberapa menit jalan kaki. Namun, museum ini bukanlah tujuan utama saya sering turun di halte Monas. Dulu, ketika masih sering naik busway, saya biasanya tukar ke Koridor 12 di Halte Kota. Masalahnya Koridor 12 ini sering PHP alias memberikan harapan palsu bahwa buswaynya masih ada. Bus mereka terakhir jam 10 malam, namun terkadang, jam 9.30 sudah tidak ada lagi. Jadi, kalau saya pulang di atas jam 9, saya akan turun di Monas dan tukar ke koridor 2 untuk pindah lagi ke koridor 10, karena kedua koridor itu sampai jam 12 malam.

Bulan puasa kemarin, saya kembali naik busway ini karena ada acara komunitas di Museum Nasional dan ternyata menyenangkan. Dari halte, kita hanya perlu menyeberang jalan, lalu masuk ke museum. Begitu juga dengan ke Monas. Halte ini adalah salah satu yang populer di hari libur, jadi kalau naik busway di akhir pekan, siap-siap tidak kebagian tempat duduk.

Halte: Kali Besar / Museum Sejarah Jakarta
Tempat tujuan: Kota Tua


Kalau turun di Halte Kali Besar, kita bisa foto-foto di toko Merah yang ada di seberang jalan. Kalau turun di Halte Museum Sejarah Jakarta, kita akan melewati daerah ramai depan Stasiun Kota dan langsung menemukan museumnya. Jarak kedua halte ini ke area lapangan di tengah Kota Tua kurang lebih sama.


Halte Kali Besar ini juga adalah tempat kita turun kalau mau pergi ke Museum Bahari. Walaupun jalan kakinya sekitar 1 kilometer dan mendaki gunung melewati lembah, serta menerjang panas terik daerah pelabuhan, tapi masih bisa dijalani.

Menjelajahi Jakarta menggunakan busway koridor 1 adalah pengalaman menyenangkan. Hanya saja, hindari jam-jam padat seperti berangkat dan pulang kantor. Atau hari libur siang-siang. Sebagai pengguna transportasi umum pemula, saya senang dengan Koridor 1 karena punya banyak tempat yang bisa digunakan untuk parkir mobil seperti Blok M atau mall-mall dan hotel di seputaran Bundaran HI.

Bisa dicoba kalau sedang malas menembus kemacetan Sudirman-Thamrin dengan mobil pribadi atau terhalang ganjil-genap sampai tempat tujuan.

Friday, May 9, 2025

Cerita Sebuah Rumah Mewah di Selatan Jakarta

Konsep Work From Cafe (WFC) yang jadi populer sejak COVID ini memberikan alternatif bagi mereka yang bosan dengan suasana monoton. Pergantian atmosfer kerja ini penting buat saya, karena dapat memicu kreativitas, mengurangi stres, dan memberikan perspektif baru. Bahkan mood menulis juga dipengaruhi oleh suasana yang ada.

Salah satu tempat yang akhir-akhir ini sering saya kunjungi adalah cafe yang sebenarnya adalah rumah. Keduanya saya tahu dari teman, namun ketagihan datang, sehingga saya kembali lagi untuk beberapa kesempatan berikutnya. Dua rumah ini hadir dengan keunikannya masing-masing. Jadi, tergantung apa yang ingin dicapai, mood seperti apa yang ingin dibangun, dua tempat ini bisa jadi pilihan WFC berikutnya.


Saya sering bercanda bahwa untuk jadi orang kaya, kita harus manifestasi dulu. Makanya saya suka kerja di rumah ini. Manifestasi sendiri maksudnya mengubah pikiran dan keyakinan menjadi kenyataan melalui fokus, afirmasi, dan visualisasi positif. Untuk itu harus ada yang terlihat: rumah mewah di Andara.

Saat memasuki gerbang The Manor Andara, kesan pertama yang menyambut adalah kemegahan dan ketenangan yang berbeda dari hiruk pikuk jalanan di luar. Kalau masuk dengan berjalan kaki mungkin lebih dramatis karena ada suara gemericik air dari air mancur di dekat gerbang utama. Apalagi kalau jalan kaki langsung berbelok menyeberangi taman.

Konon, awalnya tempat ini dikenal sebagai wedding venue. Ya, kalau melihat wujudnya sih tidak heran. Mengusung konsep bangunan seperti rumah besar bergaya Eropa klasik, dengan pilar-pilar megah dan taman yang asri. Ada beberapa bangunan di sana, selain rumah utama yang mengingatkan saya pada film Crazy Rich Asian itu. Salah satunya ternyata cafe. Suasana di The Manor Cafe terasa tenang dan elegan, dengan pilihan area indoor dan outdoor. Terutama di weekdays, karena sepi, jadi serasa rumah milik sendiri. Meskipun ada area outdoor, yang pemandangannya langsung ke air mancur dan taman yang luas, saya lebih suka ada di indoor. Soalnya, cuaca di Andara itu panas.

The Manor Cafe menawarkan beragam pilihan menu, mulai dari appetizer, main course, hingga dessert. Harganya cukup menguras kantong, namun untuk beberapa menu, terutama menu Indonesia, porsinya sebanding dengan apa yang dibayarkan. Yang paling saya suka dari menu di The Manor adalah “Indonesian Platter” yang isinya pisang goreng, singkong goreng dan bakwan goreng. Biasanya kalau datang, saya lebih suka sudah makan siang kenyang di luar lalu sibuk ngemil dan ngopi di sini sampai matahari terbenam.


Namun, jika memutuskan untuk makan siang atau makan malam di sana, saya akan memilih Nasi Goreng Kampung. Selain dapat ayam, menu ini juga dilengkapi dengan sate, telur mata sapi dan kerupuk. Sebenarnya, pastanya juga enak sih. Tapi untuk yang terbiasa makan nasi, porsinya termasuk kecil dan pasti tidak kenyang.

Beberapa hal yang perlu disiapkan kalau WFC di sini adalah:
  • Colokan yang lumayan jarang. Tidak semua meja punya colokan, hanya beberapa yang berada di sisi jendela yang menghadap ke taman. Namun, karena The Manor Cafe ini biasanya sepi, saya tidak pernah kesulitan mendapatkan tempat duduk idaman.
  • WCnya jauh. Kalau hujan, kita harus pakai payung untuk ke WC yang letaknya dekat kolam renang.
  • Bisa grounding di taman kalau stress. Tapi, hati-hati dengan nyamuk ya.
  • Parkirannya luas, hanya saja, kalau ada event, kita bisa tidak kebagian parkir.
Ketika menulis postingan ini, saya sudah tiga kali ke The Manor Andara & The Manor Cafe. Ketiganya memiliki pengalaman yang berbeda.

Pertama kali ke sana, saya datang sore hari, bertemu teman dan hanya mencoba kopi serta pastry. Selain meja kami, ada dua sampai tiga meja lain yang terisi. Kedua kalinya saya ke sana, meja saya adalah satu-satunya yang terisi. Kami sering melihat beberapa orang datang untuk melihat venue dan memesan kopi untuk takeaway, tapi tidak ada yang stay dan duduk di meja. Kami datang di siang hari dan stay sampai Cafe-nya tutup.


Kunjungan ketiga adalah yang paling ramai. Soalnya ada event di salah satu bangunan yang ada di sana. Untungnya, karena datang cukup pagi, saya masih kebagian colokan. Tapi, ya jadi tahu kalau ramai itu ternyata jadi distracted karena saya sibuk people watching. Para selebgram yang bikin konten, bolak-balik ganti baju. Lalu, ada EO yang sibuk meeting di meja sebelah, atau sekedar mangkal membereskan report setelah event selesai.

The Manor Andara & The Manor Cafe dapat dicapai dengan kendaraan umum, baik dari arah Andara maupun dari arah Pangkalan Jati. Jika membawa kendaraan pribadi, perhatikan plang “The Manor” dari pinggir jalan. Pintu masuk ke rumah mewah ini ada di samping gerbang besar, yang terlihat dikunci. Jika berhenti di pinggir jalan, siap-siap berjalan kaki sekitar 5-10 menit untuk masuk ke rumah dan mencapai cafe. Iya, rumahnya memang sebesar itu.

Our Date is At:
The Manor Andara & The Manor Cafe
Jl. Ibnu Armah No.8, Pangkalan Jati Baru, Kec. Cinere, Kota Depok, Jawa Barat 16513



Sunday, April 27, 2025

Museum Sejarah Jakarta itu Isinya Apa Sih?

Ini adalah pertanyaan saya ketika berada di kota tua, berdiri melihat gedung dengan arsitektur Belanda yang megah di tengahnya.

“Janjian di depan Museum Fatahillah ya,” kata seorang teman kala itu. Lalu, saya kembali memandangi gedung, di depannya ada dua buah meriam yang beralih fungsi jadi tunggangan anak-anak di sekitarnya. Saya jadi was-was. “Museum Fatahillah itu Museum Sejarah Jakarta kan?”


Jawabannya iya, soalnya ini adalah Taman Fatahillah. “Ya pokoknya yang ada meriamnya itu.”

Perjalanan ke Kota Tua kali ini adalah janjian bersama teman-teman-nya Panda. Iya, Panda boneka saya yang kadang suka muncul di blog juga. Dia punya IG dan Tiktok sendiri yang isinya traveling. Follow ya di @pandatravelstory. Haha. Nah, karena ketemuan inilah, dan sudah tau kalau parkir di sana susah plus banyak premannya, maka saya dan Panda pergi ke Kota Tua naik kendaraan umum. Apa aja pilihannya?

  • Naik KRL menuju Stasiun Jakarta Kota. Lalu, jalan menyeberang dari pintu keluar yang menghadap ke Kota Tua, sekitar 5-10 menit tergantung keramaian yang ada. Yes, kalau lagi ramai, jalur pejalan kaki juga bisa “macet”.
  • Naik Busway turun di Halte Kali Besar atau Halte Museum Sejarah Jakarta. Lalu, jalan ke Kota Tua. Kalau turun di Halte Kali Besar bisa sekalian foto-foto di toko Merah yang ada di seberang jalan.

Buat yang bingung, pintu masuk museum bukan yang menghadap ke square, alias lapangan terbuka di Kota Tua, tetapi ada di sampingnya. Pintu masuk Museum ini menghadap ke beberapa cafe yang ada di Kota Tua. Tiketnya Rp. 15000 untuk orang dewasa. Bisa dibayar dengan tunai atau non-tunai. Agak kaget juga sih ternyata lumayan murah.

Anyway, setelah masuk dan berkeliling museum, saya menemukan bahwa meriam yang selalu jadi daya tarik utama Museum Fatahillah itu justru hampir terlewatkan. Kok bisa? Soalnya ternyata ada banyak cerita di dalam museumnya. Museum Sejarah Jakarta menyimpan lebih dari 23.000 koleksi benda bersejarah yang berkaitan erat dengan perkembangan kota Jakarta, mulai dari masa kerajaan hingga era kemerdekaan dan kekinian.



Setelah membeli tiket masuk, di ruangan pertama ada lukisan dan sketsa di tembok-temboknya. Biasanya ini jadi ajang tempat foto-foto bagi pengunjung. Setelah itu, kita akan bertemu ondel-ondel dan taman yang besar. Di ujung taman, dekat mushola dan pintu keluar inilah, ada dua meriam yang menjadi ciri khas museum. Namun, sebelum ke sana, kita bisa berbelok masuk ke gedung museum.

Ada dua bagian dari museum ini, yang pertama adalah ruang bawah tanah, alias penjara, dan kamar tahanan Pangeran Diponegoro. Ruang tahanan bawah tanah yang dingin dan pengap ini sempit, jadi jika museum sedang ramai, harus mengantri masuk bergantian. Kamar Tahanan Pangeran Diponegoro terletak di gedung yang sama, di bagian atas. Satu hal yang harus diperhatikan ketika berada di Museum Sejarah Jakarta adalah tangga kayu yang minim pegangan dan satu tangga yang dipakai bergantian naik turun. Maklum, gedungnya kan bekas Balai Kota Batavia.

Ruang Tahanan Pangeran Diponegoro ini menghadirkan cerita dengan animasi dan gambar, yang kontras dengan suasana kuno dari interior kamar tersebut. Animasi ditayangkan di layar yang menutupi dipan bercerita tentang kisah penangkapan Pangeran Diponegoro. Animasi-animasi dan bagian interaktif yang ada di Museum Sejarah Jakarta ini patut diapresiasi karena membuat kisah sejarah jadi lebih menarik bagi generasi sekarang.

Di gedung sebelahnya, sejarah Jakarta baru benar-benar dimulai. Diawali dengan Artefak Prasejarah dan Masa Tarumanegara seperti replika prasasti dari Kerajaan Tarumanegara yaitu Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Kebon Kopi, jejak kaki Purnawarman yang ada di batu, dan fragmen keramik dari berbagai periode yang ditemukan di sekitar Jakarta pada masa lampau.

Fokus utama koleksi museum ini ada di lantai dua, yaitu Masa Kolonial Belanda (Batavia). Hati-hati naik tangganya ya. Di lantai dua ada koleksi Perabotan Antik seperti meja, kursi, lemari, dan tempat tidur bergaya Eropa dari abad ke-17 hingga ke-19 yang pernah digunakan di gedung-gedung pemerintahan dan rumah-rumah mewah di Batavia. Ada koleksi uang kuno yang dipajang di bagian depan.

Di sini juga ada balkon yang memberikan pemandangan Kota Tua secara keseluruhan.

Kembali lagi ke bawah, kita melanjutkan cerita tentang Batavia. Hati-hati turun tangganya, ya. Di lantai satu ini, kita perlahan-lahan kembali ke masa Jakarta sekarang. Ada permainan interaktif menyusun sebuah rumah daerah dengan layar touchscreen yang warna dan bentuknya bisa kita ganti-ganti sendiri.

Sebagai warga Jakarta, berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta ini memberikan cerita sendiri untuk saya. Apa yang ada di museum ini sebagian sudah saya pelajari di sekolah, tapi melihat sendiri, membaca keterangan, dan mendengar ceritanya memberikan perspektif yang berbeda tentang Jakarta.

Beberapa hal yang patut diperhatikan kalau hendak berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta.
  • Kalau bisa datang pagi-pagi saat masih sepi sehingga bisa menikmati koleksi dengan lebih leluasa. 
  • Kalau membawa anak kecil atau orang tua harap berhati-hati dengan tangga dan beberapa undakan yang ada. 
  • Luangkan waktu lihat satu-satu koleksinya tanpa terburu-buru.

Yuk ke museum.

Our Date is At:
Museum Sejarah Jakarta / Museum Fatahillah

Taman Fatahillah No.1, Pinangsia, Kec. Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11110


Sunday, April 13, 2025

5 Cafe yang Ditemukan Fitur Nearby Google Maps

Apa itu Google Nearby? Nearby adalah sebuah fitur yang ada di Google Maps, memungkinkan kita untuk menemukan tempat-tempat di sekitar tempat berada sekarang. Misalnya, restoran, kafe, toko, dan tempat wisata. Fitur ini dapat diakses melalui aplikasi Google Maps di ponsel, atau melalui situs web Google Maps di komputer. Untuk menggunakan Nearby, saya biasanya membuka aplikasi atau situs web Google Maps lalu menekan tombol untuk me-refresh lokasi tempat saya berada. Pastikan Google Maps bisa mengakses lokasi kita.





Nearby biasanya ada di dekat pilihan Direction, Save, Share dan sejenisnya. Lokasinya pas di bawah nama tempat kita berada, atau lokasi yang dipilih. Buat saya, Nearby adalah fitur yang sangat berguna jika ingin menemukan tempat-tempat baru di sekitar saya, atau mungkin di tempat yang saya tuju. Fitur ini bisa digunakan untuk merencanakan perjalanan atau ketika mencari ide tempat nongkrong. Misalnya, kalau sedang menunggu lalu bingung mau ke mana, atau sedang ingin makan tapi belum ada ide mau makan di mana.

Bagaimana cara pakainya?

  • Tentukan titik awal. Biasanya stasiun MRT, hotel tempat tinggal, dan lain sebagainya.
  • Klik fitur nearby, lalu muncul pilihan tempat apa yang ingin dicari. Kalau pilihan kita tidak ada, misal ingin cari cafe, ya diketik saja di search bar.
  • Setelah muncul pilihannya, bisa eksplor satu per satu untuk melihat detail tempatnya.
Saya sering mengandalkan Nearby. Terlalu sering bahkan. Namun, tempat-tempat yang ditemukan ternyata tidak mengecewakan.

The Post - Cipete

Titik awal: Stasiun MRT Cipete Raya
Misi: Mencari coffee shop dengan parkir mobil yang mumpuni, bisa untuk buka laptop, tapi bukan cafe populer.

Di Cipete, yang namanya coffee shop ini menjamur. Sepanjang jalan isinya tempat nongkrong dan tempat makan yang selalu penuh. Jadi, mencari cafe untuk duduk dan buka laptop ini lumayan sulit. Apalagi yang punya parkiran mobil. Nearby membawa saya ke The Post, yang lokasinya ada di seberang Lycee Francais. Jaman dahulu jalan ini kecil, dan bukan jalan umum. Ternyata sekarang sudah ramai dan ada cafe-nya.

Yang membuat saya terkesan dengan The Post adalah kopinya. Mereka punya manual brew dengan barista yang sangat helpful. Jadi, kita bisa langsung ke bar dan ngobrol dengan baristanya sebelum memesan. Cafe ini cukup luas dan estetik, bikin betah lama-lama di sini.

Tuesday, February 11, 2025

Perjalanan Nostalgia Menemui si Unyil di PFN Jakarta

Apa yang pertama kali terlintas di kepala, saat mendengar kata “Si Unyil”?

Well, kemarin, saya membaca satu postingan instagram tentang tur PFN Heritage sekaligus perayaan ulang tahun kedelapan Wisata Kreatif Jakarta. Ada tur nostalgia si Unyil di sana. Ikut, ah!

Pendaftaran melalui seleksi, menyisakan sekitar 50 orang terpilih mengikuti tur tersebut, yang (untungnya) termasuk saya.

Siapa si Unyil? 

Generasi sekarang, yang memiliki lebih banyak pilihan tontonan dengan akses global yang lebih terintegrasi, mungkin tidak kenal dengan anak laki-laki yang mengenakan peci dan sarung ini. Sebenarnya si Unyil masih tayang di TVRI pada Desember 2024 kemarin, bahkan dengan teknologi Face Recognition yang membuat para boneka tangan ini bisa membuka mulut dan mengedipkan mata. Namun, di tengah gempuran konten dari seluruh dunia, saya bayangkan sulitnya Unyil bersaing dengan mereka.



Yuk, kita kenalan di sini aja, biar semua bisa akrab.

Si Unyil adalah TV seri anak-anak yang mengudara setiap Minggu Pagi dari tanggal 5 April 1981 hingga 21 November 1993. Saya biasanya nonton ini gantian sama Doraemon. Si Unyil bercerita tentang petualangan sehari-hari sekelompok anak SD, yaitu Unyil. Ucrit dan Usro. Mulai dari sekolah, main di pasar, berinteraksi dengan warga desa lainnya seperti Pak Ogah, Pak Raden, dan Bu Bariah. Pencipta Si Unyil bernama Drs. Suyadi, yang dikenal juga sebagai Pak Raden.

Si Unyil bisa ditemukan di PFN, alias Produksi Film Negara. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Persero ini memiliki hak cipta Si Unyil dan beberapa film sejarah seperti G30SPKI. Berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, tepatnya sebelah GOR Jakarta Timur, sebelum deretan KFC dan McD, PFN ini tidak terlihat jelas dari luar. Namun, begitu masuk, ternyata dalamnya luas. Yang membuat saya happy tentu saja adalah tersedianya coffee shop dan tempat parkir mobil hehe.

Oh iya, tur PFN Heritage sekaligus bernostalgia bertemu si Unyil ini adalah acara spesial dari perayaan ulang tahun Wisata Kreatif Jakarta. Meskipun PFN sendiri terbuka untuk umum, karena memang melakukan penyewaan studio, alat produksi dan lain sebagainya, tetapi sepertinya tempat ini bukan tujuan tur wisata.

Sunday, April 10, 2022

Random Stop to Smell the Coffee

Cafe hopping. Hal yang dulu saya lakukan sama Dudu, sekarang lebih banyak dilakukan sendirian, plus lebih untuk tujuan kerja dibandingan hangout atau ngeblog. Menemukan coffee shop ketika meng-klik tombol 'nearby' di Google Maps, ini list tempat ngopi saya beberapa bulan terakhir:



Tanatap Meruya
Jl. Jalur 20 No.Blok 30/19, RT.8/RW.10, Meruya Utara, Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11620
Order: Ice Black Coffee (33k), Croissant (lupa harganya)

Setelah beberapa kali merencanakan ke Tanatap Ampera, saya malah mampir ke Tanatap Meruya, ketika melihat ada juga cabangnya di daerah sana. Tempatnya lumayan masuk ke dalam komplek perumahan dan kalau bukan anak Jakbar kayaknya akan sedikit bingung sampai ke sini. Parkirannya kecil, sekitar 5-6 mobil, dan bersusun. Jadi kalau pas kebagian parkir di belakang mobil lain, siap-siap dipanggil tukang pakirnya. Tapi tempatnya unik. Tipikal café dan kedai kopi kekinian. Banyak yang datang untuk foto-foto. Coffee dan croissant-nya standar. Mungkin karena hari Sabtu, tapi pas mampir ke sini suasananya sedang lumayan rame. Tetep pengen mencoba mampir ke yang Ampera.




Clean Slate Petite
Ruko South Solvang Square, Jl. Mission Drive Jl. Boulevard Raya Gading Serpong No.11, Klp. Dua, Kec. Klp. Dua, Kabupaten Tangerang, Banten 15810
Order: Black Coffee (30k), Bitterballen (35k), Strawberry Waffle (45k)

Lokasinya bukan tempat yang popular, karena ada di deretan ruko lumayan sepi di antara Gading Serpong dan Karawaci. Ruko Solvang, Namanya mengingatkan saya akan kota kecil di deket Los Angeles yang pernah saya datangi saat road trip Bersama Dudu. Clean Slate ini ternyata ada 2 lokasi, dan yang satunya ada di jalan utama Gading Serpong.

Karena sepi, parkirannya enak. Ruko-ruko sebelahnya masih kosong, jadi bebas parkir di mana saja. Ada parkiran sepeda juga, jadi mungkin kalau pagi banyak yang sepedaan ke daerah sini. Kopinya standard, tapi Strawberry Waffle-nya enak banget. Bitterballennya lumayan buat snacking, tapi kayaknya kalau ke sini lagi saya akan memesan waffle rasa lainnya. Yang jelas, nyaman buat kerja dan hangout bareng sahabat terdekat.




Malar Coffee
Jl. Tebet Barat IV No.11, RW.4, Tebet Bar., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12810
Order: Black Coffee (30k)

Dari luar, coffee shopnya terlihat minimalis dengan warna putih. Begitu masuk tempatnya langsung terasa nyaman dan terlihat beberapa orang bekerja dengan laptop di sana. Coffee Shop ini tidak sendirian, karena di bagian belakangnya ada beberapa restoran lain seperti Steggo, dan services seperti Beauty Bar. Favorit saya tentu saja kacanya yang besar-besar yang membuat restoran ini terang benderang di siang hari. Kopinya bukan sesuatu yang berkesan buat saya, tapi duduk di dekat jendela besar membuat kopi jadi lebih nikmat.

Tempat parkirnya lumayan sempit, hanya muat 3-4 mobil. Tapi kalau untuk lokasi di Tebet, sebenarnya ini sudah termasuk besar. Menemukan Coffee Shop ini secara tidak sengaja ketika sedang mencari makan siang di Tebet. Sepertinya sih akan mampir ke sini lagi kalau main ke daerah sana.




OL Pops Coffee Bintaro Veteran
Jl. RC. Veteran Raya No.10, Bintaro, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12330
Order: French Press Congo Civu (29k)

Menemukan coffee shop ini secara tidak sengaja karena numpang parkir pas makan di Tengkleng Pak Manto di daerah Veteran, Bintaro. Suasananya juara. Ada bagian outdoor yang menyenangkan dan romantis. Instagramable juga buat yang suka foto-foto. Karena tertarik dengan jenis biji kopi yang disajikan, saya jadi memesan Manual Brew French Press ketimbang Black Coffee atau Americano yang biasa. Dan karena biji kopinya ternyata Arabica semua, saya memilih yang belum pernah saya coba: Congo Civu. Ternyata kopinya lumayan light dan ada aftertaste yang sedikit unexpected pas pertama diminum. Tapi sejujurnya not bad.

Café ini juga punya makanan berat, yang next time pengen dicoba kalau pas mampir tanpa makan Tengkleng dulu. Parkirannya luas, bisa sampai 10 mobil, dan parkiran motor juga terletak di bagian dalam.

Saturday, March 19, 2022

Makan Steak di Indoguna Meat Shop & Gourmet Cikajang

Terletak agak ngumpet di lantai 2 toko daging, restoran ini konsepnya sedikit unik. Kalau biasanya di restoran steak lain kita membayar harga fix di menu, ini kita membayar harga daging yang kita beli plus ongkos masaknya. Ternyata harga akhir masaknya tidak seberapa berbeda dengan kalau kita makan steak di restoran lainnya.

Akhir-akhir ini lagi seneng banget makan steak. Dudu emang fans berat daging, dan tidak pernah menolak kalau diajak cobain steak. Jadi, di suatu random weekend, kita pergi makan steak di Indoguna. Sebenarnya tempat ini bukan restoran baru, tapi biasanya dikenal sebagai toko daging dan distributor daging ternama. At least, saya ke sana kalau beli daging atau keju, bukan untuk makan di restorannya. Soalnya parkirnya lumayan susah hehehe. Lokasinya di deretan ruko Jl. Cipaku di seberang pasar Santa. Kalau datang dari arah jl. Cikajang, maka akan terlihat tulisan Indoguna Meat Shop & Gourmet.

Kami datang di hari Sabtu siang, tapi masih sebelum jam 12 jadi dapat parkir di depan ruko dan restorannya juga belum terlalu ramai. Kalau berencana late lunch, sebaiknya sih booking tempat dulu.


Karena baru pertama kali ke sana, jadi agak clueless. Dapat menu book, tapi ternyata untuk dagingnya kita harus ke station daging sendiri dan memilih mau yang mana. Karena harga daging sesuai dengan berat gram-nya. Untungnya, mbak pelayan yang in charge sama meja kita orangnya baik dan super helpful. Jadi dia bawa dagingnya ke meja buat kita pilih. Tidak ada lagi pertanyaan soal ukuran daging seperti “200gr itu sebesar apa ya?” Hehe.

Selesai memilih daging, kita memilih tingkat kematangan, saus dan side dish-nya. Ini juga lumayan sulit karena pilihannya banyak. Untuk saus sih yang paling disarankan untuk daging ada Mushroom Sauce, Blackpepper Sauce atau Barbeque Sauce. Saya dan Dudu memesan Mushroom Sauce, meskipun saya sempat tergoda apa rasanya steak pakai Lemon Butter Sauce atau Gravy. Pilihan side dish ada Baked Potato, Mashed Potato, Potato Wedges, French Fries dan Nasi. Pilihan sayuran ada Mix Vegetable, Fresh Salad, Sauteed Mushroom dan Sauteed Spinach.



Jadi biaya yang dikeluarkan adalah harga daging + biaya side dish (48k). Contoh, pesanan saya adalah 200gr US Striploin Prime Steak (152k) plus mashed potato (48k). Sementara pesanan Dudu adalah 190gr Angus Striploin (154k) plus mashed potato (48k). Harga dagingnya mengikuti gram yang ada, jadi ketika memilih daging di awal, kita memilih ukurannya juga.

Saya dan Dudu sepakat kalau rasanya enak, dagingnya empuk dan sesuai harapan. Mashed potato-nya juga enak, tapi porsinya terlalu besar buat saya haha. Mungkin next time bisa coba potato wedges atau baked potato biar aman. Yang sedikit kurang adalah Sauteed Spinach yang saya pesan sebagai vegetable side dish. Kalau dibandingkan dengan beberapa restaurant lain, Sauteed Spinach di sini rasanya lebih subtle. Lebih tidak tajam. Di satu sisi ini bagus karena kalau dimakan sama steak jadi tidak overpowering. Tapi karena saya lebih suka yang tajam rasanya supaya bisa dimakan sendiri, jadi sepertinya next time akan pesan Sauteed Mushroom aja.


Yang menyenangkan dari restoran ini, selain kualitas dagingnya yang terjamin adalah rotinya yang enak. Ada appetizer garlic bread yang crunchy dan bikin nagih. Bisa dibeli di bakery-nya tapi harus request dulu. Dan karena kebetulan kita kebagian tempat duduk dekat bakery, harum garlic bread crispy ini lewat terus haha. Tapi yang kita bawa pulang adalah cheese sticknya (22,5k). Lalu suasananya enak banget, restaurant-nya nyaman dan pas buat makan bersama keluarga.

So, we’ll be back for sure.


Our date is at:

Indoguna Meatshop & Gourmet
Jl. Cipaku I No.11, RT.2/RW.4, Petogogan, Kec, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12170

Sunday, January 9, 2022

This is Why We Love Yakinikuya All You Can Eat

All You Can Eat (alias AYCE) sering jadi tempat pilihan ngedate saya dan Dudu karena si anak ini makannya banyak. Jadi kalau dia sedang kelaparan, apalagi kalau mau makan daging, mendingan saya bawa ke restoran yang bisa makan dan nambah sepuasnya agar saya tidak bangkrut.


Our favorite AYCE meat place? Yakinikuya.

Why? Ini alasannya:

Varian dagingnya banyak banget. Pilihan menu AYCE yang disajikan bisa custom sesuai kita mau makan daging apa (dan kantongnya lagi kuat sampai mana haha). Kalau nggak mau makan banyak pun, ada pilihan ala carte. Tapi tetep aja jauh lebih menguntungkan ambil paket AYCE-nya.

Ada beberapa pilihan menu yang harganya berbeda-beda karena dipengaruhi jenis daging dan side dish yang bisa kita pesan:
  • Ultima (398k++ for lunch - 428k++ for dinner)
  • Premium (298k++ for lunch - 318k++ for dinner)
  • Special (258k++ for lunch - 278k++ for dinner)
  • Deluxe (178k++ for lunch - 198k++ for dinner)
  • Econo (128k++)
Kita berdua biasanya pesan Premium, karena termasuk Wagyu Karubi, Wagyu Saikoro, Loin Steak, Sop Kimchi dan Japchae yang enak banget itu. Si Dudu kalau pesan Wagyu Saikoro bisa minimum 3 piring (on top of semangkok nasi). Plus, bisa pesan eskrim atau pudding juga sebagai penutup. Jadi ya sudahlah kita stick to Premium Yakiniku.

Saikoro & loin steak, plus 

Saturday, June 8, 2019

Dimsum Hunt: Yum Cha Hauz Mangga Besar

We love brunch! Dulu, di kampung halaman Dudu, yang namanya bangun siang di akhir pekan dan lari ke iHop terdekat sudah jadi tradisi. Waktu tinggal di selatan Jakarta, kita suka kabur ke Ikea cuma buat sarapan. Sekarang di Kelapa Gading, yang namanya makan pagi hanya antara dimsum dan bakmi.

Dimsum sounds good.
Tapi di mana? 


Libur Lebaran yang berkepanjangan membuat saya dan Dudu pergi nge-date ke tempat-tempat yang tidak biasa buat kita berdua. Salah satunya adalah Mangga Besar, lokasi strategis buat cari Chinese Food termasuk dimsum. Setelah browsing, saya menemukan Yum Cha Hauz. Good pictures, decent price, dan bisa pakai Zomato Gold! Yes, saya baru daftar pas Lebaran dan ingin mencoba menggunakannya.

Let’s go!

Saturday, February 18, 2017

Jakarta Toys and Comics Fair 2017

In the midst of Lego Batman craze, let’s just say the Power Rangers stole the Jakarta Toys and Comics Fair weekend. Or at least that’s what we thought. The event at Balai Kartini Jakarta has been a regular date destination. We’d make time for a few hours, checking out toys, and if we’re lucky we’d go home with a few new friends for Dudu’s action figure collection.



The 13th Annual Jakarta Toys and Comics Fair (2017)
When:
11-12 February 2017
Where: Kartika Expo, Balai Kartini, Jakarta
Admission: Rp.50,000 (Presale Rp.45,000)

This year, the event arrived a little early, just few days shy of The Lego Batman Movie premiere on local movie theatre in mid-February. But when I propose the schedule to Dudu, he read on and decided for day two. “I want to see Power Rangers,” he reasoned. A valid one because, well, he’s been into Power Rangers for a while. Plus, the movie is coming out and he’s been watching the trailer dilligently on Youtube. So, when a Power Ranger cosplay/live action is scheduled for day two at 1 PM, there we are.

Monday, December 26, 2016

The Best (Gyu)don Search: A Tale of Two Cities

“Gyudon is rice, with meat and half-cooked egg on top. It’s salty, well, it’s delicious.” ~Andrew
This past year, the” Gyudon” has become an important part of our life. The obsession with meat and raw/half-boiled egg yolk on top of a bowl of rice started with a family brunch at Sumire Yakitori House in Singapore. Located in Bugis, the Japanese restaurant was first discovered by Andrew’s uncle and aunt who reside in our favorite city-country. They stopped by there after church on Sundays and found the small restaurant delicious as well as homey. So there we were, trying out their menu.

Their most delicious dish is called Stamina Don, stir fry pork belly rice with homemade ginger sauce and raw egg yolk. On our second visit to the restaurant, Andrew ordered two bowls and finished them out in no time. Andrew, needless to say, fell in love with their don and upon returning to Indonesia looked for a similar flavor with no match so far. Maybe because it’s pork? But I’m the kind of person who doesn’t believe that a single ingredient can make that big of a difference. It has to be the whole combination.


Stamina Don of Sumire

Thursday, September 1, 2016

Battle of The Toys 2016

There’s a motorcycle parked up front the Battle of Toys gate, right before the ticket checking line. A motorcycle that looks familiar. Dudu took a pose with it, he asked. Then I told him it’s Belalang Tempur (literally means Combat Grasshopper), Kamen Rider Black’s motorcycle. He had no idea who they were, as clueless as I am about the event.


Dudu and Belalang Tempur
We’ve been to toys fair regularly, be it a paid event or the smaller free-of-charge ones at shopping malls. But we never know what to expect from these events. Over the years, we’ve been regular visitors of Jakarta Toys and Comic Fair, which was held in March, but recently there are plenty of similar events held around town. One of them is this Battle of Toys, which was held at JIExpo Kemayoran, Jakarta in August 2016.

Monday, April 4, 2016

Jakarta Toys and Comics Fair 2016

Arriving at noon, we're welcomed by traffic jam entering the area. So we turned left and parked at the building next door. The walk wasn't too bad although it was quite hot. At Balai Kartini, there was no line to buy tickets and go inside. The on-the-spot tickets were Rp. 40,000 each. We got stamped at the door and the adventure begins.



"Let's find map, Mom." What for, I asked. "I want to know which booths sell action figures."

Monday, August 17, 2015

Food Fighters Melawai

We stopped by a place called Food Fighters today. Located at Blok M Square complex, this supposedly Pasar Santa extension offers interesting (Western) food selections. Of course, it still comes with an unique marketplace, open food court concept.





No AC, but they do put big blowers everywhere, so it wasn’t as hot as the outside world. Parkings are okay too, but you better come from the right door, otherwise you have to do a little walking to reach this area. And you wouldn’t want to do that in the middle of the day. Oh, speaking about parking, this place is at Blok M Square side, so don’t enter from the Blok M Mall gate (which connects to the bus station) cos you won’t be able to drive across and ended up had to drive out and pay an hour worth of parking.

Saturday, August 15, 2015

Jungle Fever Bazaar PIK

If I have to mention one thing that’s currently trending in Jakarta, it’s bazaar. 

Don’t think about the big Jakarta Fair or something like the ones held at Balai Kartini (JakToys Fair or Mother & Baby Fair perhaps?). Think of them on a smaller scale held at a limited space inside or by a prestigious shopping mall. But this time, the one we’re attending, Jungle Fever, is a bazaar organized by All Access Jakarta which was held at Marketing Gallery Pantai Indah Kapuk.

Tuesday, July 7, 2015

Gummybox Endless Creativity Inside

What if a box full of creative surprises arrived to your doorstep, just in time to safe your children’s holiday (and your sanity during their out-of-school days)?


Gummybox is a briliant concept. All you have to do is subscribe on www.gummybox.com and those boxes filled with thematic art-and-craft activities are sent to your door every month. The different themes like Starry Night, Medieval, Underwater, Construction, Postal Services, Monster Mania and many more, is a surprise for each children. Each box consists of three different activities and one workbook. I’d say it’s shareable with siblings and cousins.

Sunday, June 21, 2015

Jakarta Food Bazaar Adventure

Bazaar is trending in Jakarta. Mainly dominated by food and fashion, these collection of pop-up markets are taking over the shopping centers. So, on one occasion, I took Dudu to a Mom and Kids Market called Shophoria at Grand Indonesia and going through the food tenants. And this is what we have to say about the unusual yet delicious bazaar food.

What makes bazaar popular is the unique concept offered by the food tenants. Each booth is competing to be the most singular store that everyone would talk about whole year long. Often started with online (mostly instagram) store, these food and beverages concept go offline on the weekend when there are chances to meet their customers personally.


Saturday, May 16, 2015

Traffique Coffee

An unnamed building at Hang Tuah street, a stone throw away from Senayan area is Traffique. A coffee shop slash working space slash hangout spot. My first visit here was with an event. Then I came here with Dudu and his homework.


The decoration is nice and homey, we liked it right when we opened the door. Parking is a little problem though, but if you come on Sunday afternoon after lunchtime, then there would be spots open. They have wide variety of cakes, desserts and drinks. The gelato was attractive but we just arrived from a huge lunch so there was no more space.

On our menu:

  • Americano
  • Butter Croissant
  • Banana Bread
We got a spot on the corner by the listening bar. It was quiet and when the rain falls, we can see it through the glass window. There’s a small garden (really small) but was nice if you’re sitting by the patio. The coffee was great and the banana bread was heavenly. Andrew finished his Butter Croissant in no time. Needless to say, as a working space, the wi-fi was smooth.




Curiosity sparked and Andrew got the people behind the counter explained to him about the tall brewing machine. In the afternoon, as we’re about to leave, he got to watch the machine got filled up even though it would take a long time until the coffee comes out at the bottom jar. After finishing his homework, Andrew got to try different earphones, watching movies on gadget while I’m working on my laptop.

Andrew says: “I like the place, it was perfect for doing homework. The croissant is quite good too. I like the coffee machine, it was interesting, but the uncle on the counter said it would take at least a day to finish brewing. I was sad I couldn't see the end result.”



Traffique
Jalan Hang Tuah Raya No. 9, Jakarta Selatan 12120
0878 8984 8004
http://trafiquecoffee.com/

Saturday, May 2, 2015

Discovery Hotel and Convention Ancol

Staycation is the answer to the short-period holiday time. Well at least for us. A sudden invitation to stay overnight at Ancol Dreamland brought us to the doorstep of Discovery Hotel and Convention which is located right next door to Dunia Fantasi.


Upon online booking and phone confirmation, we're set to go for a weekend stay with office colleagues. When you book a room at Discovery Hotel and Convention Ancol, they will send you a free entrance pass for two adults and a car to enter Ancol Dreamland for free. But because I came with a colleague, Andrew is extra charge at the gate. 

The room is spacious, large enough for young kids to wander around. A working table at the corner makes it more business-like than family fun. Bed is comfortably, the type you'd wanna go under the blanket right away. It's a little squeaky, I found out because Dudu moves around in his sleep, but doesn't really disturb his sleep. It has Dufan view although the theme park itself is rather hidden by the trees.

Friday, April 10, 2015

Jakarta Toys and Comic Fair 2015

Jakarta Toys and Comic Fair is something we always enjoy. This year we arrived with a specific mission: FINDING ANDREA.


Dudu had been planning since before Chinese New Year, so I've decided to try buying the pre-order ticket at a convinient store. We got a bunch of free drinks vouchers from the store as a bonus. But on the day, the line for pre-order is longer than when you buy on the spot. The difference isn't much but it was enough to cover the parking.