Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang paling sering ditanyakan soal kunjungan ke Museum Nasional.
Bagaimana cara ke Museum Nasional?
Buat yang bawa mobil, misalnya saya, ada parkiran basement yang dapat diakses umum. Namun, jumlahnya terbatas. Naik kendaraan umum adalah pilihan terbaik karena Museum Nasional terletak di tengah kota yang banyak aksesnya.
Saya naik busway koridor 1 karena dari arah selatan. Naik jurusan Blok M - Kali Besar (atau yang dulu namanya Blok M - Kota) dan turun di halte Monumen Nasional alias Monas. Halte ini banyak banget pilihan buswaynya. Berbagai koridor berhenti di sana.
Naik MRT juga bisa, tapi berhenti di Halte Bundaran HI lalu lanjut busway juga. Sama aja jadinya. Naik KRL? Bisa berhenti stasiun Juanda lalu lanjut ojek atau ya Busway lagi. Ada banyak cara menuju tempat ini.
(Tonton video perjalanan ke Museum Nasional di akun Tiktok @PandaTravelStory)
Bagaimana cara beli tiketnya?
Saya beli tiket di loket yang terletak dekat gerbang masuk. Kalau dari halte busway berarti ya menyeberangi jalan, lalu masuk ke museum dan melintasi patung gajah kecil di tengah taman. Loketnya ada di ujung, sebelah kiri museum. Bisa beli langsung, harga tiket dewasa untuk wisatawan lokal adalah Rp. 25,000. Tiket museum ini tidak termasuk Immersion yang lagi hits itu atau pameran yang spesial seperti Pameran "KONGSI: Akulturasi Tionghoa di Indonesia”. Pembayaran bisa dengan cashless.Dengan tiket masuk museum, ada sekitar 3-4 pameran yang bisa dilihat, termasuk akses ke ruangan khusus anak. Jadi, ya untuk saya sih worth it banget.
Ada apa saja di Museum Nasional?
Dulu, yang membawa saya kembali ke Museum Nasional adalah sebuah acara buku. Lalu, datang lagi sama Dudu ketika ada acara membatik. Sekarang sebenarnya saya ke sini untuk gathering komunitas di food bazaar di Sunken Hall.Sudah sampai Museum Nasional, kenapa tidak sekalian?
Ada dua pameran yang saya kunjungi di Museum Nasional pada bulan puasa kemarin. Yang pertama adalah “Indonesia, The Oldest Civilization On Earth? 130 Years After Pithecanthropus erectus.” Pameran ini membawa kita kembali menyusuri sejarah manusia purba di Indonesia. Pameran ini ada di ruang utama, jadi begitu masuk gedung museum yang lama, kita belok ke kanan dan masuk ruangan yang ada peta Indonesianya. Kalau menurut website resmi, pameran ini berakhir pada 20 April 2025 besok.
Dari judul di bagian depan, kita berkenalan dengan Eugene Dubois serta beberapa tokoh lainnya yang berperan dalam dunia penelitian dan penemuan fosil-fosil manusia purba di Indonesia. Sudah 130 tahun lebih sejak penemuan Pithecanthropus erectus. Sejak itu, banyak penemuan lainnya di Indonesia yang membuka mata kita soal evolusi manusia. Pernah dengar soal Sangiran kan? Setidaknya jaman sekolah dulu, nama ini tidaklah asing. Semakin menjelajah ke dalam, kita akan bertemu banyak fosil tulang tengkorak manusia dan hewan pada zaman purba.
Yang menjadi daya tarik pameran ini adalah adanya fosil Homo erectus asli, seperti tengkorak S-17, yang merupakan tengkorak Homo erectus terlengkap yang pernah ditemukan, serta koleksi Homo erectus langka lainnya yang belum pernah dipamerkan sebelumnya di Indonesia.
Secara pribadi, saya merasa pameran ini memberikan banyak ilmu teknis serta pengetahuan yang mumpuni tentang zaman pra-sejarah Indonesia. Namun, perjalanan dari satu koleksi ke koleksi lainnya terasa sedikit membingungkan, terutama di awal cerita. Mungkin karena letaknya yang di hall utama, membuat suasananya kurang menyatu dengan interior Museum, saya jadi merasa sedikit sulit mengikuti alur cerita pameran.
Jadilah saya pindah ke lantai dua. Pameran berjudul "Misykat: Cahaya Peradaban Islam Indonesia" ini baru saja diresmikan pada 17 April yang lalu. Sementara saya sudah berkunjung sejak sebelum Lebaran hehe. Itu pun setelah ragu-ragu apakah di lantai atas-atas ada pameran juga, karena eskalator ke atas dalam keadaan mati dan suasana cukup gelap. Kenekatan saya naik membawa hasil, soalnya Pameran yang ini lumayan seru.
"Misykat: Cahaya Peradaban Islam Indonesia" menampilkan penelusuran mendalam terhadap jejak sejarah perkembangan Islam di Indonesia selama 1000 tahun. Yang diceritakan oleh pameran ini cukup beragam, mulai dari situs Bongal, khazanah nisan Nusantara, ragam mushaf Al-Qur'an Nusantara, manuskrip agama, dan artefak kerajaan Islam, hingga arsitektur masjid Nusantara, jejak Wali Songo, seni bendawi Islam, seni lukis Islam kontemporer, dan pers Islam abad ke-19–20 M.
Pameran ini juga lebih interaktif karena ada banyak audio visual yang terpasang, baik yang berupa video penjelasan maupun musik-musik yang mendukung.
Saya menghabiskan waktu sekitar 3 jam di Museum Nasional untuk dua pameran. Perginya hari Jumat terakhir sebelum semua orang mudik, dan menjelang museumnya tutup. Jadi, museum-nya kosong. Enak untuk eksplorasi pelan-pelan tanpa ada gangguan. Sebenarnya ada satu pameran lagi tentang perjuangan yang ada di lantai 3, tetapi hari sudah sore, dan acara bukber sudah mau dimulai. Mungkin lain kali kita mampir ke Museum Nasional lagi.
Our Date is At:
Museum Nasional
(Alias Museum Gajah)
Jl. Medan Merdeka Barat No.12, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110
No comments:
Post a Comment
Thanks for stopping by. Please do leave your thoughts or questions, but we appreciate if you don't spam :)