Sunday, April 27, 2025

Museum Sejarah Jakarta itu Isinya Apa Sih?

Ini adalah pertanyaan saya ketika berada di kota tua, berdiri melihat gedung dengan arsitektur Belanda yang megah di tengahnya.

“Janjian di depan Museum Fatahillah ya,” kata seorang teman kala itu. Lalu, saya kembali memandangi gedung, di depannya ada dua buah meriam yang beralih fungsi jadi tunggangan anak-anak di sekitarnya. Saya jadi was-was. “Museum Fatahillah itu Museum Sejarah Jakarta kan?”


Jawabannya iya, soalnya ini adalah Taman Fatahillah. “Ya pokoknya yang ada meriamnya itu.”

Perjalanan ke Kota Tua kali ini adalah janjian bersama teman-teman-nya Panda. Iya, Panda boneka saya yang kadang suka muncul di blog juga. Dia punya IG dan Tiktok sendiri yang isinya traveling. Follow ya di @pandatravelstory. Haha. Nah, karena ketemuan inilah, dan sudah tau kalau parkir di sana susah plus banyak premannya, maka saya dan Panda pergi ke Kota Tua naik kendaraan umum. Apa aja pilihannya?

  • Naik KRL menuju Stasiun Jakarta Kota. Lalu, jalan menyeberang dari pintu keluar yang menghadap ke Kota Tua, sekitar 5-10 menit tergantung keramaian yang ada. Yes, kalau lagi ramai, jalur pejalan kaki juga bisa “macet”.
  • Naik Busway turun di Halte Kali Besar atau Halte Museum Sejarah Jakarta. Lalu, jalan ke Kota Tua. Kalau turun di Halte Kali Besar bisa sekalian foto-foto di toko Merah yang ada di seberang jalan.

Buat yang bingung, pintu masuk museum bukan yang menghadap ke square, alias lapangan terbuka di Kota Tua, tetapi ada di sampingnya. Pintu masuk Museum ini menghadap ke beberapa cafe yang ada di Kota Tua. Tiketnya Rp. 15000 untuk orang dewasa. Bisa dibayar dengan tunai atau non-tunai. Agak kaget juga sih ternyata lumayan murah.

Anyway, setelah masuk dan berkeliling museum, saya menemukan bahwa meriam yang selalu jadi daya tarik utama Museum Fatahillah itu justru hampir terlewatkan. Kok bisa? Soalnya ternyata ada banyak cerita di dalam museumnya. Museum Sejarah Jakarta menyimpan lebih dari 23.000 koleksi benda bersejarah yang berkaitan erat dengan perkembangan kota Jakarta, mulai dari masa kerajaan hingga era kemerdekaan dan kekinian.

Setelah membeli tiket masuk, di ruangan pertama ada lukisan dan sketsa di tembok-temboknya. Biasanya ini jadi ajang tempat foto-foto bagi pengunjung. Setelah itu, kita akan bertemu ondel-ondel dan taman yang besar. Di ujung taman, dekat mushola dan pintu keluar inilah, ada dua meriam yang menjadi ciri khas museum. Namun, sebelum ke sana, kita bisa berbelok masuk ke gedung museum.

Ada dua bagian dari museum ini, yang pertama adalah ruang bawah tanah, alias penjara, dan kamar tahanan Pangeran Diponegoro. Ruang tahanan bawah tanah yang dingin dan pengap ini sempit, jadi jika museum sedang ramai, harus mengantri masuk bergantian. Kamar Tahanan Pangeran Diponegoro terletak di gedung yang sama, di bagian atas. Satu hal yang harus diperhatikan ketika berada di Museum Sejarah Jakarta adalah tangga kayu yang minim pegangan dan satu tangga yang dipakai bergantian naik turun. Maklum, gedungnya kan bekas Balai Kota Batavia.

Ruang Tahanan Pangeran Diponegoro ini menghadirkan cerita dengan animasi dan gambar, yang kontras dengan suasana kuno dari interior kamar tersebut. Animasi ditayangkan di layar yang menutupi dipan bercerita tentang kisah penangkapan Pangeran Diponegoro. Animasi-animasi dan bagian interaktif yang ada di Museum Sejarah Jakarta ini patut diapresiasi karena membuat kisah sejarah jadi lebih menarik bagi generasi sekarang.

Di gedung sebelahnya, sejarah Jakarta baru benar-benar dimulai. Diawali dengan Artefak Prasejarah dan Masa Tarumanegara seperti replika prasasti dari Kerajaan Tarumanegara yaitu Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Kebon Kopi, jejak kaki Purnawarman yang ada di batu, dan fragmen keramik dari berbagai periode yang ditemukan di sekitar Jakarta pada masa lampau.

Fokus utama koleksi museum ini ada di lantai dua, yaitu Masa Kolonial Belanda (Batavia). Hati-hati naik tangganya ya. Di lantai dua ada koleksi Perabotan Antik seperti meja, kursi, lemari, dan tempat tidur bergaya Eropa dari abad ke-17 hingga ke-19 yang pernah digunakan di gedung-gedung pemerintahan dan rumah-rumah mewah di Batavia. Ada koleksi uang kuno yang dipajang di bagian depan.

Di sini juga ada balkon yang memberikan pemandangan Kota Tua secara keseluruhan.

Kembali lagi ke bawah, kita melanjutkan cerita tentang Batavia. Hati-hati turun tangganya, ya. Di lantai satu ini, kita perlahan-lahan kembali ke masa Jakarta sekarang. Ada permainan interaktif menyusun sebuah rumah daerah dengan layar touchscreen yang warna dan bentuknya bisa kita ganti-ganti sendiri.

Sebagai warga Jakarta, berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta ini memberikan cerita sendiri untuk saya. Apa yang ada di museum ini sebagian sudah saya pelajari di sekolah, tapi melihat sendiri, membaca keterangan, dan mendengar ceritanya memberikan perspektif yang berbeda tentang Jakarta.

Beberapa hal yang patut diperhatikan kalau hendak berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta.
  • Kalau bisa datang pagi-pagi saat masih sepi sehingga bisa menikmati koleksi dengan lebih leluasa. 
  • Kalau membawa anak kecil atau orang tua harap berhati-hati dengan tangga dan beberapa undakan yang ada. 
  • Luangkan waktu lihat satu-satu koleksinya tanpa terburu-buru.

Yuk ke museum.

Our Date is At:
Museum Sejarah Jakarta / Museum Fatahillah

Taman Fatahillah No.1, Pinangsia, Kec. Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11110

Friday, April 25, 2025

Dari Masa Ke Masa, di National Videogame Museum

Sebagai (yang katanya) gamer, saya dan Dudu senang ketika menemukan ada National Videogame Museum. Ketika kita berkunjung ke daerah Dallas-Fort Worth area di Texas, kita menyempatkan diri berbelok ke Frisco untuk mampir.




Frisco adalah suburb kota Dallas, letaknya sekitar 30 miles arah utara. Cara paling mudah ke tempat ini adalah dengan menyetir mobil. National Videogame Museum ada di satu komplek yang sama dengan Sci-Tech Discovery Center yaitu museum untuk anak-anak dan Frisco Public Library. Parkirannya luas, tapi sering ada kunjungan anak sekolah. Meskipun termasuk “in the middle of nowhere” untuk saya, National Videogame Museum selalu ramai karena anak-anak ini.

Why a video game museum? Soalnya museum ini menawarkan sejarah video games, mulai dari pajangan konsol dan arcade jadul, hingga sebuah perjalanan interaktif yang akan membawa para pengunjung bernostalgia, sekaligus menambah wawasan tentang evolusi dunia game. Jangan langsung antipati dulu ya haha. Bukan gamer pun bisa kok mendapatkan manfaat dan kesenangan di sini. Buat saya dan Dudu, tempat ini jadi ajang berkenalan dengan dunia game di jaman masing-masing. Ibarat anak Gen Z ketemu disket dan kaset.

Museum ini terlihat sederhana dari luar. Namun, kami berdua betah stay berjam-jam karena ada banyak games yang bisa dimainkan secara gratis. Konon, museum ini adalah satu-satunya museum di Amerika Serikat yang didedikasikan untuk sejarah industri video game dan memiliki koleksi yang sangat besar.

Sunday, April 20, 2025

Cerita di Balik Oleh-Oleh yang Sering Dibeli

“Eh, lo mau pergi? Oleh-olehnya dong!”

Bagi banyak orang Indonesia, tradisi meminta oleh-oleh atau buah tangan setelah seseorang bepergian sudah sangat mengakar. Permintaan ini seringkali diungkapkan dengan nada bercanda namun tetap mengandung harapan untuk dibawakan sesuatu. Hal ini adalah hal paling disebelin oleh yang mau jalan-jalan karena jadi beban, tapi pas di lokasi akhirnya kepikiran.

Masalahnya, kebiasaan ini tidak hanya terbatas pada keluarga dekat atau teman akrab, tetapi juga bisa meluas ke rekan kerja atau bahkan kenalan yang tidak terlalu dekat. Rencananya cuma mau kasih oleh-oleh ke teman satu tim, terus kepikiran kayaknya bos juga harus dikasi. Lalu gimana dengan orang finance yang sering bantu kita bikin invoice last minute? Atau mas OB yang baik hati selalu membelikan makan siang kita? List yang tadinya pendek, tiba-tiba mengular dan entah sejak kapan koper kita penuh oleh-oleh.

Saya lebih suka pergi diam-diam. Ekspektasi membawa pulang sesuatu membuat saya jadi merasa terbebani saat berwisata. Tapi, ketika teman yang pernah mendapatkan oleh-oleh dari kita lalu membelikan barang sebagai timbal balik, rasanya senang. Atau ketika barang yang kita bawakan dari tempat wisata itu benar-benar disimpan dengan baik, rasanya jadi ikhlas.

Budget kita terbatas, beli apa buat oleh-oleh dong?

Benda-benda unik penuh makna untuk orang spesial.


Beberapa daerah memiliki toko atau butik yang fokus menjual produk-produk unggulan atau kerajinan khas daerah tersebut dengan kualitas yang baik. Maka dari itu, kalau sedang mengunjungi sebuah kota, apalagi kota kecil, saya akan berusaha untuk mampir ke downtown dan melihat-lihat ada toko lokal apa di sana. Kalau rajin, kita bisa mencari tahu ada event apa di hari kita berkunjung, ada bazaar lokal apa yang bisa jadi tempat kita membeli oleh-oleh spesial.

Friday, April 18, 2025

Jalan-jalan ke Museum Nasional Indonesia di 2025

Kapan terakhir kali kamu ke Museum Nasional? Jaman sekolah dulu? Waktu kita semua tahunya itu Museum Gajah, atau justru belum pernah sama sekali? Sekarang ini, museum sudah mulai jadi salah satu tujuan wisata murah meriah di Jakarta.

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang paling sering ditanyakan soal kunjungan ke Museum Nasional.

Bagaimana cara ke Museum Nasional?


Buat yang bawa mobil, misalnya saya, ada parkiran basement yang dapat diakses umum. Namun, jumlahnya terbatas. Naik kendaraan umum adalah pilihan terbaik karena Museum Nasional terletak di tengah kota yang banyak aksesnya.


Saya naik busway koridor 1 karena dari arah selatan. Naik jurusan Blok M - Kali Besar (atau yang dulu namanya Blok M - Kota) dan turun di halte Monumen Nasional alias Monas. Halte ini banyak banget pilihan buswaynya. Berbagai koridor berhenti di sana.

Naik MRT juga bisa, tapi berhenti di Halte Bundaran HI lalu lanjut busway juga. Sama aja jadinya. Naik KRL? Bisa berhenti stasiun Juanda lalu lanjut ojek atau ya Busway lagi. Ada banyak cara menuju tempat ini.

(Tonton video perjalanan ke Museum Nasional di akun Tiktok @PandaTravelStory)


Bagaimana cara beli tiketnya?

Sunday, April 13, 2025

5 Cafe yang Ditemukan Fitur Nearby Google Maps

Apa itu Google Nearby? Nearby adalah sebuah fitur yang ada di Google Maps, memungkinkan kita untuk menemukan tempat-tempat di sekitar tempat berada sekarang. Misalnya, restoran, kafe, toko, dan tempat wisata. Fitur ini dapat diakses melalui aplikasi Google Maps di ponsel, atau melalui situs web Google Maps di komputer. Untuk menggunakan Nearby, saya biasanya membuka aplikasi atau situs web Google Maps lalu menekan tombol untuk me-refresh lokasi tempat saya berada. Pastikan Google Maps bisa mengakses lokasi kita.





Nearby biasanya ada di dekat pilihan Direction, Save, Share dan sejenisnya. Lokasinya pas di bawah nama tempat kita berada, atau lokasi yang dipilih. Buat saya, Nearby adalah fitur yang sangat berguna jika ingin menemukan tempat-tempat baru di sekitar saya, atau mungkin di tempat yang saya tuju. Fitur ini bisa digunakan untuk merencanakan perjalanan atau ketika mencari ide tempat nongkrong. Misalnya, kalau sedang menunggu lalu bingung mau ke mana, atau sedang ingin makan tapi belum ada ide mau makan di mana.

Bagaimana cara pakainya?

  • Tentukan titik awal. Biasanya stasiun MRT, hotel tempat tinggal, dan lain sebagainya.
  • Klik fitur nearby, lalu muncul pilihan tempat apa yang ingin dicari. Kalau pilihan kita tidak ada, misal ingin cari cafe, ya diketik saja di search bar.
  • Setelah muncul pilihannya, bisa eksplor satu per satu untuk melihat detail tempatnya.
Saya sering mengandalkan Nearby. Terlalu sering bahkan. Namun, tempat-tempat yang ditemukan ternyata tidak mengecewakan.

The Post - Cipete

Titik awal: Stasiun MRT Cipete Raya
Misi: Mencari coffee shop dengan parkir mobil yang mumpuni, bisa untuk buka laptop, tapi bukan cafe populer.

Di Cipete, yang namanya coffee shop ini menjamur. Sepanjang jalan isinya tempat nongkrong dan tempat makan yang selalu penuh. Jadi, mencari cafe untuk duduk dan buka laptop ini lumayan sulit. Apalagi yang punya parkiran mobil. Nearby membawa saya ke The Post, yang lokasinya ada di seberang Lycee Francais. Jaman dahulu jalan ini kecil, dan bukan jalan umum. Ternyata sekarang sudah ramai dan ada cafe-nya.

Yang membuat saya terkesan dengan The Post adalah kopinya. Mereka punya manual brew dengan barista yang sangat helpful. Jadi, kita bisa langsung ke bar dan ngobrol dengan baristanya sebelum memesan. Cafe ini cukup luas dan estetik, bikin betah lama-lama di sini.

Friday, April 11, 2025

Bangkok Beyond Shopping

Itinerary ini berawal dari obrolan dengan emak-emak lain soal apa yang harus dilakukan kalau ke Bangkok bersama anak cowok. Yang biasanya terjadi di keluarga teman-teman saya adalah: Mama dan anak cewek shopping, Papa dan anak cowok di hotel atau berenang atau di cafe. Nah, kalau perginya Mama berdua anak cowok doang, mau ngapain ya?

Saya diskusi sama Dudu, soal apa yang dia mau lakukan di Bangkok. Dudu selalu pengen cruise, dan Chao Phraya ada river cruise yang lumayan terjangkau. Dudu juga senang ikut cooking class, bisa dong kita cari di Bangkok. Lupakan sejenak pusat perbelanjaan yang ramai dan pasar malam yang semarak, kita punya rencana lain di ibu kota negara gajah putih ini.

Ini adalah perjalanan kami sebelum pandemic Covid

Saturday, March 22, 2025

Mudik Jakarta - Semarang Berdua Anak Remaja

Ketika Dudu masih balita, saya sering traveling berdua. Makanya blog ini ada. Sekarang, Dudu sudah remaja, tapi ya masih dong kita jalan-jalan berdua meskipun waktunya lebih sulit karena kita sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tapi kita kangen jalan-jalan berdua saja.

Mendahului yang mudik Lebaran, tahun lalu, saya dan Dudu pulang kampung duluan di minggu kedua puasa.


Part 1: JORR - MBZ - Cikampek (Rp. 18,500 + Rp. 27,000 = Rp. 45,500)

Kami berangkat pukul 5:30 subuh dari rumah. Masuk toll JORR di gerbang tol Fatmawati, lalu lanjut sambung masuk ke Sheikh Mohamed Bin Zayed Elevated Toll Road (MBZ) sekitar pukul 6:30. Sebelum memutuskan apakah akan naik ke MBZ, kami memeriksa Google Maps. Soalnya di elevated toll road sepanjang 36.4 km itu tidak ada rest area maupun akses turun ke jalan tol Jakarta - Cikampek. Begitu tidak melihat warna merah di sepanjang, kami memilih naik MBZ. Tantangan pertama adalah hujan badai sepanjang tol Jakarta - Cikampek, yang membuat menyetir dengan kecepatan lumayan tinggi di jalan layang jadi lebih menantang.

Pemandangan Tol Cikampek Palimanan

Part 2: Cikampek - Palimanan (Rp. 119,000) dan Palimanan - Kanci (Rp. 13,500)

Ketika tiba di Cikampek, cuaca malah cerah. Perjalanan jadi lebih menyenangkan dengan jalan tol yang lumayan lenggang, kecuali beberapa bagian yang sedang diperbaiki. Matahari yang terbit akhirnya terlihat setelah tertutup hujan badai di bagian jalan tol sebelumnya. Sekitar pukul 8:30 pagi, kami sampai di Kanci. Kami berhenti di Rest Area 207, untuk meluruskan kaki, refill kopi di Starbucks dan menentukan langkah selanjutnya.

Estimasi biaya tol Jakarta-Semarang adalah sekitar Rp. 432,500 dan kenaikan harga tol ini baru saja berlaku. Jadi saya merasa rugi kalau menjalani tol yang hanya lurus saja tanpa pemandangan apa-apa dan membayar biaya lumayan mahal. Padahal kami tidak buru-buru. Setelah berhitung dan berdiskusi, saya dan Dudu akhirnya sepakat, untuk lewat jalan Pantura biasa agar bisa melintas perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan lebih berkesan. Kami juga berencana untuk berhenti di Tegal untuk brunch dan membeli makan siang.